Bagikan:

JAKARTA - Pada Selasa, 26 Maret, China mendesak Amerika Serikat dan Inggris untuk menghentikan politisasi masalah keamanan Siber. Pihak Beijing menuduh kedua negara itu  melakukan fitnah dan mencemarkan nama baik Tirai Bambu itu serta memberlakukan sanksi unilateral terhadap negara tersebut.

"Murni merupakan manuver politik bagi Amerika Serikat dan Inggris untuk mengulang kembali serangan siber yang dilakukan oleh China dan memberlakukan sanksi terhadap individu dan entitas China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers reguler.

"China sangat tidak puas dengan hal ini dan tegas menentangnya," katanya.

Pejabat Amerika Serikat dan Inggris pada Senin 25 Maret mengajukan tuduhan, memberlakukan sanksi, dan menuduh Beijing melakukan kampanye siber yang luas yang diduga menyerang jutaan orang.

Otoritas di kedua sisi Samudra Atlantik menyebut kelompok peretasan sebagai Kelompok Ancaman Persisten Lanjutan 31 atau "APT31", menyebutnya sebagai alat dari Kementerian Keamanan Negara China.

Kedutaan China di London menyebut tuduhan tersebut "benar-benar difabrikasi dan fitnah yang jahat."

"Sebelumnya, China telah memberikan klarifikasi teknis dan tanggapan terhadap informasi APT31 yang diajukan oleh pihak Inggris. Hal ini jelas menunjukkan bahwa bukti yang diberikan oleh pihak Inggris tidak memadai dan kesimpulan yang relevan kurang profesional," kata Lin.

"Sayangnya, bagaimanapun, pihak Inggris tidak memberikan tanggapan lebih lanjut sejak saat itu," tambahnya.

Inggris juga menuduh peretas China mencoba membobol akun email anggota parlemen Inggris yang kritis terhadap China.

Lin mengatakan China telah membuat pernyataan resmi kepada semua pihak terkait, "dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga hak dan kepentingan yang sah bagi China."

Beberapa negara lain juga telah melontarkan tuduhan peretasan dan serangan siber terhadap China, yang semuanya dibantah oleh negara tersebut.

Pada Selasa, pemerintah Selandia Baru mengatakan telah menyampaikan kekhawatiran kepada pemerintah China tentang keterlibatannya dalam serangan siber yang disponsori negara terhadap parlemen Selandia Baru pada tahun 2021.

Pada awal tahun ini, Amerika Serikat mengatakan telah meluncurkan operasi untuk melawan operasi peretasan China yang meresahkan, yang mengompromikan ribuan perangkat yang terhubung ke internet.