JAKARTA - Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, mengungkapkan bahwa ia telah membahas insiden spionase siber yang dituduhkan Belanda kepada China selama pembicaraan dengan Presiden Xi Jinping pada Rabu, 27 Maret.
Mata-mata siber yang didukung China berhasil mengakses jaringan militer Belanda tahun lalu, kata agen intelijen MIVD bulan lalu. Mereka, menyebutnya sebagai bagian dari tren spionase politik China terhadap Belanda dan sekutunya.
Ini adalah pertama kalinya Belanda secara publik menyalahkan spionase siber kepada China, ketika ketegangan keamanan nasional tumbuh antara kedua negara. Mereka juga dalam konfrontasi atas pembatasan ekspor peralatan semikonduktor teknologi tinggi yang dibuat oleh raksasa Belanda ASML ke China.
Beijing secara rutin membantah tuduhan spionase siber dan mengatakan bahwa mereka menentang semua bentuk serangan siber.
Pejabat AS dan Inggris pada Senin 25 Maret juga mengajukan tuduhan, memberlakukan sanksi, dan menuduh Beijing melakukan kampanye spionase siber yang luas yang diduga menyerang jutaan orang termasuk anggota parlemen, akademisi, dan jurnalis, serta perusahaan termasuk kontraktor pertahanan.
BACA JUGA:
"Tentu saja kami membahas semua topik sulit, termasuk serangan siber,” kata Rutte kepada wartawan setelah pembicaraan di Beijing.
"Tentu saja ini telah secara terbuka ditunjuk kepada China oleh Belanda. Ini adalah serangan terhadap Kementerian Pertahanan Belanda yang MIVD kami identifikasi dan juga ditunjukkan kepada China. Jadi ya, tentu saja, saya membahasnya," tambahnya.
Ketegangan antara Beijing dan kekuatan Barat atas isu-isu terkait spionase siber telah meningkat seiring dengan badan intelijen Barat semakin sering memperingatkan aktivitas peretasan yang didukung pemerintah China. China juga telah mulai beberapa tahun terakhir ini untuk mengecam operasi peretasan pihak Barat.