Coba Memahami Kemarahan MPR Anggarannya Dipotong untuk COVID-19, Sayang Kami Gagal
JAKARTA - Teganya Menteri Keuangan Sri Mulyani potong anggaran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pemotongan anggaran dilakukan untuk menopang penanganan pandemi COVID-19 pula. Apa pentingnya menangani COVID-19? Sri Mulyani sepertinya tak sadar para pimpinan MPR butuh duit. Coba kita pahami keresahan para pimpinan MPR.
Pimpinan MPR Fadel Muhammad menyatakan telah rapat membahas anggaran MPR yang terus menurun. Ia menilai anggaran MPR di tahun 2022 tak memadai.
Fadel, tentu saja punya alasan, bukan? Bagaimana jika penurunan anggaran oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini mengganggu kerja MPR?
"Kita dengan Presiden Jokowi berbicara di Bogor. Kita minta Presiden di anggaran kami terbatas sekarang. Dulu pimpinan cuma empat orang. Sekarang kok sudah sepuluh orang malah lebih turun?" tutur Fadel dalam konferensi pers, dikutip Rabu, 1 Desember.
Oh, kami salah. Bukan soal kerja atau program. Ternyata perkara jumlah pimpinan MPR yang semula berempat jadi bersepuluh. Dan turunnya anggaran jadi hal yang tak dapat diterima Fadel serta pimpinan MPR lainnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius menyoroti substansi protes yang dikemukakan Fadel. Bagi Lucius, memprotes pemotongan anggaran yang dialokasikan untuk penanganan pandemi saja sudah salah. Apalagi alasan protesnya egoistik.
"Iya. Justru karena poin protesnya yang tidak substantif membuat protes Fadel lebih terlihat sebagai sesuatu yang terkesan egoistik ya," tutur Lucius kepada VOI, Rabu, 1 Desember.
"Jadi bagi saya ketika menyadari kondisi yang tengah dihadapi oleh bangsa di tengah pandemi ini, keluhan, kemarahan MPR atas anggaran mereka yang dikurangi rasanya justru memperlihatkan wajah MPR yang tak peduli rakyat, hanya mementingkan diri sendiri."
Lucius gagal paham. Seperti Sri Mulyani dan Kemenkeu yang lebih mementingkan penanganan pandemi COVID-19 daripada angka ideal anggaran MPR di kepala Fadel dan rekan-rekannya.
MPR minta Jokowi pecat Sri Mulyani
Kemarahan MPR pada Sri Mulyani makin jadi karena Sang Menkeu kerap membatalkan kehadiran dalam rapat dengan MPR. Hal ini disampaikan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dan Pimpinan MPR Fadel Muhammad.
"Pimpinan MPR rapat dengan menteri keuangan, kami undang dia, sudah atur waktu semuanya, tiba-tiba dia batalin dua hari kemudian, atur lagi, dia batalin," kata Fadel Muhammad.
Sementara Bamsoet menyebut Sri Mulyani adalah Menkeu yang tak bisa diajak bekerja sama. Tak cuma itu. Bamsoet juga menilai Sri Mulyani tak menghargai MPR, lembaga yang ia pimpin.
"Sudah beberapa kali diundang oleh Pimpinan MPR, Sri Mulyani tidak pernah datang. Dua hari sebelum diundang rapat, dia selalu membatalkan datang. Ini menunjukkan bahwa Sri Mulyani tidak menghargai MPR sebagai lembaga tinggi negara," tutur Bambang.
Kembali ke Fadel. Politikus Partai Golkar itu lantas meminta Presiden Jokowi untuk memecat Sri Mulyani, yang ia anggap tak etik dan tak cakap mengatur kebijakan pemerintahan.
"MPR adalah sebuah lembaga tinggi negara, kita minta agar mendapatkan perlakuan yang wajar, dibandingkan dengan yang lain-lain," kata Fadel.
Sri Mulyani sendiri telah menjawab alasannya tak hadir dalam rapat-rapat bersama MPR. Menurut Sri Mulyani ada dua undangan yang ia terima dari MPR. Pertama pada 27 Juli. Kedua tanggal 28 September. Dua undangan itu, menurut Sri Mulyani bentrok dengan rapat lain: rapat internal bersama Presiden Jokowi dan rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk membahasa APBN.
"Undangan dua kali pada 27 Juli 2021 bersamaan dengan rapat internal Presiden yang harus dihadiri, sehingga kehadiran di MPR diwakilkan wakil menteri," kata Sri Mulyani dalam unggahan Instagram, Rabu, 1 Desember.
Sri Mulyani juga menjawab protes MPR. Ia menjelaskan dalam penetapan anggaran, setidaknya telah dilakukan refocusing hingga empat kali. Dan itu merata di seluruh kementerian dan lembaga. Refocusing anggaran dilakukan untuk membantu penanganan covid-19 di Tanah Air.
Refocusing anggaran juga demi subsidi upah pada masyarakat miskin dan pelaku usaha kecil serta meningkatkan penerimaan bantuan sosial. Sri Mulyani juga menolak disebut tak hormat pada MPR sebagai lembaga negara.
Anggaran MPR dan untuk apa itu
Alokasi anggaran MPR tahun 2022 ditetapkan sebesar Rp695,7 miliar atau naik 5,89 persen dari outlook belanja MPR 2021: Rp657 miliar. Pada 30 September, Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN Tahun Anggaran 2022 telah disahkan lewat sidang paripurna DPR keenam di masa persidangan I Tahun Sidang 2021-2022.
Sebelum disahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah membacakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2022. Pembacaan dilakukan saat sidang tahunan MPR dan pidato kenegaraan Presiden RI pada 18 Agustus kemarin.
Melansir CNBC, anggaran belanja MPR sejak 2017 hingga 2021 konsisten naik-turun. Fluktuatif. Di 2017, MPR mendapatkan alokasi anggaran belanja Rp814,5 miliar, yang kemudian naik menjadi Rp899 miliar pada 2018.
Di tahun 2019, anggaran MPR kembali turun jadi Rp887,3 miliar, sebelum kembali turun pada 2020 menjadi Rp702,4 miliar. Dalam Buku II Nota keuangan Beserta APBN Tahun Anggaran 2022 dijelaskan bahwa ada perubahan komposisi pimpinan MPR pada tahun 2020.
Dari semula delapan orang jadi sepuluh orang, disertai penambahan unsur pendukung pimpinan. Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD).
Di tahun 2021, alokasi APBN untuk MPR naik 6,9 persen menjadi Rp750,9 miliar. Namun alokasi itu sejatinya disertai catatan, yakni dengan memerhatikan perkembangan kondisi 2021 dalam rangka mengamankan program vaksinasi nasional dan penanganan pandemi COVID-19.
Catatan pertimbangan lain adalah juga dengan memerhatikan dukungan anggaran bagi perlindungan sosial pada masyarakat serta percepatan pemulihan ekonomi nasional. Dengan segala catatan itu, dilakukan refocusing dan realokasi pagu MPR sebesar Rp19,2 miliar.
Maka ketika itu outlook-nya diperkirakan menjadi Rp657 miliar. Di dalam APBN 2022, alokasi anggaran MPR kemudian naik 5,89 persen dari outlook 2021 yang sebesar Rp695,7 miliar.
Bagaimana dengan serapan anggaran dan implementasi kerja-kerja MPR yang berkaitan dengan anggaran itu? Peneliti Formappi Lucius Karius memandang MPR harusnya berkaca. Protes ini tak hanya salah secara etika. Bahkan jika melihat kinerja nyata MPR, aksi protes ini makin tidak pas.
"Apa coba yang dikerjakan MPR dan apa saja yang sudah dihasilkan sehingga negara perlu memberikan tambahan anggaran kepada mereka? Bicara tentang amandemen konstitusi ujungnya enggak jelas. MPR hanya mampu memprovokasi tanpa akhir yang jelas."
"Bicara soal sosialisasi empat pilar juga sama. Kegiatan ini entah apa manfaatnya. Sudah beberapa tahun sosialisasi dianggarkan untuk MPR. Apa yang bisa disebut sebagai hasil dari sosialisasi mereka? Ini lebih terlihat sebagai ajang proyek saja demi menambah isi kantong."
*Baca Informasi lain soal BERITA NASIONAL atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.