JAKARTA - Perang Israel dan Palestina yang berkecamuk sejak Oktober 2023 menjadi perhatian khusus pakar hukum internasional Prof. Hikmahanto Juwana. Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani tersebut mengatakan, solusi nyata untuk mengakhiri perang adalah membentuk Koalisi untuk Kemanusiaan (Coalition of Humanity).

“Saya berpikir sudah saatnya dunia ini punya yang namanya Koalisi untuk

Kemanusiaan untuk mengakhiri apa yang terjadi di Gaza,” kata Prof. Hikmahanto dalam podcast EdShareOn dengan host Eddy Wijaya yang tayang pada Rabu 26 Juni 2024.

Menurut Prof. Hikmahanto, koalisi ini dibutuhkan keberadaannya karena Israel sudah melakukan tindakan membabi-buta dengan tak sekadar berusaha menumpas Hamas, tapi juga membuat banyak masyarakat sipil termasuk anak-anak, orang tua Dan perempuan terbunuh.

Namun, sayangnya, dunia tak bisa berbuat apa-apa karena kepentingan besar di belakang Israel seperti Amerika Serikat. “Saya melihat gini ya, seolah-olah Israel ini sudah ‘di atas hukum’. Artinya, hukum internasional nggak diperhatikan. Dia merasa di atas angin karena di belakangnya ada Amerika Serikat,” kata Guru Besar Hukum Internasional FH Universitas Indonesia ini.

Pendekatan atas terbentuknya Koalisi untuk Kemanusiaan, lanjut Prof. Hikmahanto, sudah ditunjukkan Indonesia melalui pernyataan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam Shangri-La Dialogue 2024, forum pertahanan utama di Asia yang berlangsung di Singapura pada awal Juni.

Dalam forum tersebut, Prabowo menyatakan siap mengirimkan pasukan perdamaian ke Gaza bila mendapat izin dari PBB, juga jika gencatan senjata disepakati Israel dan Palestina.

Prabowo juga menyatakan siap mengevakuasi dan merawat 1000 warga Gaza di Rumah Sakit Indonesia. “Jadi kalau Indonesia sudah membuat sesuatu yang konkret dan berani, kita berharap negara-negara lain juga melakukan hal yang sama. Dan itulah yang saya maksud dengan Koalisi untuk Kemanusiaan.”

Polemik hubungan dagang Indonesia-Israel

Di tengah upaya keras Indonesia menentang tindakan genosida Israel terhadap warga Palestina, kebijakan Indonesia juga menuai polemik karena tetap menjalin hubungan dagang dengan Israel tanpa dilandasi hubungan diplomatik antarkedua negara. Salah satu yang cukup ramaiCadalah alat sadap yang diduga dibeli oleh sejumlah lembaga penegak hukum Indonesia dari Negeri Zionis tersebut.

Menurut Prof. Hikmahanto, hubungan diplomatik yang tidak terjalin antara Indonesia-Israel bukan berarti meniadakan hubungan bisnis antara kedua belah pihak. “Contohnya, banyak warga kita yang beribadah atau wisata religi ke Israel seperti ke Masjid Al Aqsa untuk umat Muslim dan Kristen maupun Katolik ke wilayah lain. Bahkan ada juga warga kita yang belajar di Israel.”

Prof. Hikmahanto menyatakan Indonesia juga melihat potensi bisnis dengan Israel dalam hal alat utama sistem senjata (alutsista) dan alat canggih lainnya seperti alat sadap. “Walaupun bila dilakukan dalam situasi sekarang ini rakyat bisa ramai dan marah, tapi dalam keadaan damai, selama ini kita beli dari Israel baik alat sadap atau alutsista yang canggih dan sudah dimodifikasi,” katanya. Saksikan selengkapnya di Youtube EdShareOn Eddy Wijaya! (ADV)


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)