Bagikan:

Sudah jelas pada artikel sebelumnya dijelaskan bagaimana data pribadi ditelanjangi platform pinjaman online ilegal. Meski begitu, masyarakat tetap saja berbondong-bondong untuk mengajukan pinjaman. Mereka seolah tak acuh terhadap risiko yang bisa menimpa mereka. Padahal masyarakat bukan tidak punya pilihan. Salah satu lembaga yang bisa diakses masyarakat untuk memperoleh dana adalah koperasi. Tulisan Seri khas VOI Edisi "Data Pribadi Dijebol Pinjol" selanjutnya akan membahas perspektif lebih luas soal lembaga penyedia pinjaman dana. 

Satu hal yang sulit ditolak masyarakat dari platform pinjaman online (pinjol) adalah kemudahan. Dengan banyaknya masyarakat yang tidak bankable, siapa yang tak tergiur ketika ada platform menawarkan pinjaman dengan proses cepat dan mudah?  

Seperti dijelaskan pada artikel "Jual-Beli E-KTP untuk Pinjol: Bukti Data Pribadi Rentan Dicuri" untuk mengajukan pinjaman hanya bermodal E-KTP. Dengan sambungan internet, kita bisa memperoleh dana segar semudah menjentikan jemari. 

Selain itu, penggunaan uang pinjaman dari pinjol juga sepenuhnya hak penerima. Dana itu bebas dipergunakan untuk apa saja. Mulai dari modal usaha, biaya berobat orang tua, bahkan sekadar foya-foya menunjang gaya hidup. Tapi untuk alasan terakhir, itulah yang menimbulkan masalah baru. 

Mengutip Jurnal Konsumerisme Masyarakat Modern, masyarakat Indonesia yang tergolong sebagai masyarakat konsumen di era teknologi terus berkembang. Hal ini dapat ditandai dengan semakin menjamurnya pusat perbelanjaan, industri dibidang fashion, kecantikan, dan kuliner. 

Belum lagi kecintaan kita terhadap produk asing semakin membuat budaya konsumerisme mencengkram di tengah masyarakat. Tak heran bila produk-produk makanan cepat saji, fesyen, teknologi produk luar negeri membanjiri pasar dalam negeri. 

Alhasil muncul sebagian orang yang terkesan memaksakan untuk mengikuti arus gaya hidup seperti itu meski tak punya modal yang memadai. Hal tersebut membuat seseorang berusaha memiliki uang lebih untuk tetap berada di gaya hidup tersebut. Salah satu caranya yakni dengan mengandalkan pinjol. 

Sama-sama rugi

Memang tidak ada salahnya punya gaya hidup mewah dan mengikuti tren tersebut. Yang jadi masalah adalah saat kita memaksakan mencukupi keinginan itu sampai rela berhutang kepada pinjol dan tak mampu bayar. Sebab kerugiannya bukan cuma kepada si pinjol, melainkan ke si empunya utang juga. 

Mengutip CNBC, fintech P2P lending yang berizin memiliki sistem kerja memutar dana yang didapat dari para investornya untuk dipinjamkan kepada nasabahnya. Jika terdapat nasabah nakal atau tidak mampu mengembalikan pinjaman, pihak fintech kesulitan untuk mengembalikan dana yang didapat dari investor. 

Oleh sebab itu, akhirnya untuk menanggulangi risiko tersebut, pihak pinjaman online memberikan bunga yang relatif lebih tinggi. Selain itu, semakin tinggi jumlah uang yang dipinjam, semakin tinggi juga bunganya. 

Infografik (Raga Granada/VOI)

Koperasi sebagai alternatif 

Bila memang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, banyak yang menganggap pinjol bukan cara jitu. Sementara itu, bila memang membutuhkan dana darurat atau dana untuk keperluan produktif, mungkin bisa menggunakan koperasi. 

Salah satu keunggulan koperasi adalah dibangun dengan sistem yang lebih ramah, sebab adanya semangat gotong royong dalam pengelolaannya. Hal tersebut berdasarkan UU RI No 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, koperasi dibentuk atas asas kekeluargaan dan bertujuan untuk mensejahterakan para anggotanya.

Mengutip Kompas, koperasi simpan pinjam menyediakan pinjaman uang kepada anggotanya berdasarkan perjanjian dan kesepakatan bersama. Dibandingkan pinjaman bank, persyaratan pengajuan pinjaman koperasi terbilang lebih mudah.

Koperasi memang bisa jadi solusi lain jika membutuhkan dana darurat. Apalagi persyaratannya memang mudah. Perencana keuangan Aidil Akbar Madjid menekankan, jika memang membutuhkan pinjaman dari koperasi, bagaimana bunganya lebih tinggi atau lebih rendah.

"Tapi harusnya sih emang pinjaman online bunganya lebih tinggi dari koperasi ya. Mungkin kalau koperasi bunganya 3-4 persen sebulan. Kalau pinjaman online kan bisa saja 0,8 persen sehari, bisa-bisa sebulan 10 persen. Jadi musti dicek," ujarnya.  

Memberdayakan 

Salah satu contoh sukses koperasi datang dari Pontianak. Namanya koperasi itu Keling Kumang. Koperasi ini berdiri sejak Maret 1993. 

Semua bermula ketika Munaldus Nerang, anak desa yang satu-satunya menjadi sarjana, gelisah dengan kondisi kampungnya, Kampung Tapang Sambas, Kecamatan Sekadau Hilir. Kondisi kampungnya saat itu begitu miskin, termasuk keluarganya. 

Munal adalah sarjana pertama di kampungnya. Ia lulus sebagai sarjana matematika pada 1987 di Universitas Tanjungpura. Ia melanjutkan studi S-2 di Ohio State Univerity, AS lulus pada 1996.

Sebagian besar penduduk adalah pekerja sadap karet dan berkebun dan tidak bersekolah. Meskipun punya tanah luas, namun tidak semua digarap karena mereka tidak punya modal. Akhirnya, banyak masyarakat yang menjual lahan ke perusahaan sawit. Munal pun mencari cara agar tanah tersebut tidak dijual. 

Koperasi Keling Kumang (cukelingkumang.com)

Mengutip Majalah Tempo, sebelumnya Munal pernah mendirikan Credit Union Pancur Kasih pada 1987, yang anggotanya adalah guru di Pontianak. Menurut Munil, credit union atau koperasi kredit menjadi solusi penghapusan kemiskinan di banyak tempat di belahan dunia. 

Munal lalu mengumpulkan saudaranya untuk menjelaskan konsep credit union. Namun sebagian dari mereka lebih tertarik menjual lahan karena tergiur uangnya. Mereka juga khawatir uang yang dikumpulkan dibawa kabur Munal. 

Setelah berbagai usaha dan penjelasan, akhirnya 26 kerabat Munal bergabung sebagai anggota koperasi tersebut. Saat itu uang yang berhasil terkumpul Rp260 ribu. Seiring berjalannya waktu, anggota bertambah banyak dan mencapai 109 orang pada akhir 1993, dengan total aset sekitar 8 juta. 

Para anggota koperasi juga mengikuti berbagai kelas. Mereka juga belajar tentang sistem koperasi kredit, mengelola modal untuk hal produktif, dan didorong untuk menyekolahkan anak agar nasibnya lebih baik. 

Masalah awal lainnya adalah uang yang dipinjam oleh masyarakat hanya untuk keperluan konsumtif. Bahkan ayah Munal sendiri meminjam uang untuk membangun rumah berdinding semen. Saat itu rumah berdinding semen dianggap mewah. 

Namun seiring berjalannya waktu, kebiasaan anggota mulai bergeser. Mereka mulai meminjam uang keperluan krusial seperti modal mengolah tanah atau sekolah anak. Koperasi Keling Kumang terus menjalar ke kampung lain dan banyak omasyarakat makin percaya dengan Keling Kumang. 

Pada Februari 2021, koperasi kredit itu memiliki aset hingga Rp1,6 triliun dengan pinjaman baru sekitar Rp40 miliar per bulan. Tidak hanya koperasi kredit, terdapat usaha perhotelan serta beberapa koperasi penjual bibit, pupuk, dan barang kebutuhan sehari-hari.