Marak Pinjaman Online Ilegal di Tanah Air, Apa Saja Modusnya?
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Keberadaan layanan pinjaman online atau pinjol ilegal di Tanah Air sangat marak. Bahkan, meresahkan masyarakat. Sebab, tak sedikit laporan masyarakat yang mengaku dirugikan karena memakai jasa pinjol ilegal. Bahkan, per Juli 2021 sudah ada 3.365 entitas pinjol ilegal yang telah dihentikan operasionalnya.

Lalu, apa penyebab maraknya pinjol ilegal di Tanah Air?

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki membeberkan penyebab meraknya platform pinjol ilegal di Tanah Air. Menurut dia, salah satunya karena kemudahan dalam mengakses aplikasi.

"Maraknya pinjol disebabkan, pertama dari sisi pelaku. Ada kemudahan untuk membuat aplikasi, serta Penempatan server di luar negeri yang menyebabkan, pelaku pinjol ilegal ini sulit dilacak," ucapnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 20 Agustus.

Tak hanya itu, kata Teten, pinjol ilegal semakin marak karena tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah. Sehingga, masyarakat mudah terjerat tawaran dari pelaku pinjol ilegal.

"Kedua, dari masyarakat yang menggunakan jasa pinjol. Masyarakat mudah terjerat, karena tingkat literasi sektor jasa keuangan yang masih rendah. Dimana masyarakat belum banyak mengetahui perbedaan pinjol berizin dan pinjol ilegal," katanya.

Teten mengakui saat ini tren peminjaman online tengah meningkat lantaran menurunnya kondisi ekonomi masyarakat sejak pandemi COVID-19. Kondisi ini dimanfatkan oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan sendiri.

Modus pinjol ilegal

Teten mengatakan muncul juga pinjol ilegal yang berkedok koperasi. Menurut Teten, ada lima modus yang digunakan pelaku pinjol ilegal. Salah satunya adalah mereka memberikan pinjaman dengan sangat mudah.

"Tidak hanya kepada anggota sendiri, tapi juga kepada masyarakat umum non-anggota. Di mana koperasi, hanya kepada anggota," tuturnya.

Kedua yakin membuat aplikasi dan situs uang seolah-olah punya legalitas dari Kementerian Koperasi. Ketiga, mencatut nama dan logo koperasi yang memang memiliki izin.

Kemudian, lanjut Teten, meminta data dan kontak handphone untuk dapat diakses saat menginstal aplikasi. Kelima, memberikan syarat pinjaman yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

Teten mengatakan agar tidak tertipu dengan pinjol ilegal berkedok koperasi, masyarakat dapat melakukan konfirmasi melalui berbagai cara seperti mengecek nomor badan hukum koperasi dari Kemenkumham, termasuk legalitas izin usaha dari Online Single Submission (OSS). Bisa juga cek ke Dinas Koperasi UMKM setempat dan Kemenkop UKM melalui sistem ODS dan NIK.

"Jika terkait dengan fintech peer to peer lending, bisa cek sistem di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait daftar fintech yang resmi," katanya.

Lebih lanjut, kata Teten, jika tidak ada daftar pinjol yang dicari berarti pinjol tersebut ilegal. Teten mengatakan ini yang harus terus dilakukan masyarakat yaitu rechecking sebelum menggunakan jasa pinjaman online.

Menurut Teten, masyarakat juga harus lebih waspada mengedepankan rasionalitas terhadap pemberian bunga pinjaman yang memang lebih tinggi atau tidak wajar dibandingkan lembaga keuangan lainnya, serta riset terlebih dahulu mengenai profile kinerja dan pengurus koperasi dari sumber yang kredibel.

Teten mengatakan pun mengingatkan bahwa Kemenkop UKM juga membuka layanan pengaduan masyarakat salah satunya terkait pinjol ilegal melalui portal lapor.go.id atau call center 1500 587. "Saya kira ini kami sasar supaya masyarakat mudah melakukan konfirmasi," ucapnya. 

Dengan begitu, kata Teten, diharapkan tidak terjadi efek domino lainnya yang bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap koperasi. "Kita khawatir kalau koperasi ini tidak ada kepercayaan," ucapnya.

Lima lembaga negara sepakat berantas pinjol ilegal

Lima kementerian dan lembaga negara sepakat untuk memberantas pinjol di Indonesia, langkah ini ditandai dengan penandatanganan pernyataan bersama. Adapaun pernyataan bersama ini didasari banyaknya laporan masyarakat yang merasa dirugikan.

Adapun kelima kementerian/lembaga tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia (Kominfo) dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (Kemenkop UKM).

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bahwa sejatinya keberadaan fintech P2P lending yang legal dibutuhkan oleh masyarakat terutama yang selama ini tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal terlebih saat pandemi COVID-19 ini.

Namun, kata Wimboh, kondisi tersebut justru dimanfaatkan oleh para pelaku pinjol ilegal yang menawarkan kepada masyarakat terutama yang memiliki literasi rendah melalui beberapa platform yang ada. 

Lebih lanjut, Wimboh mengatakan OJK selama ini telah melakukan berbagai kebijakan untuk memberantas pinjaman online ilegal melalui Satgas Waspada Investasi (SWI), termasuk menjalankan berbagai program edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan fintech lending yang terdaftar atau berizin di OJK dan mencegah masyarakat memanfaatkan pinjaman online ilegal.

"Satgas Waspada Investasi (SWI) dengan kerja kerasnya telah menindaklanjuti 7128 pengaduan terkait pinjol ilegal dengan kategori ringan, sedang, dan berat. Sampai Juli 2021, juga sudah ada 3.365 entitas pinjol ilegal yang telah dihentikan operasionalnya," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 20 Agustus.

Adapun poin-poin penting dalam pernyataan bersama tersebut ialah ialah meningkatkan literasi keuangan masyarakat terutama dalam hal membedakan pinjol legal dan ilegal. Kemudian, memperkuat kerjasama antar otoritas dengan pengembangan aplikasi teknologi yang bisa digunakan bersama-sama.

"Melarang perbankan, Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) nonbank, aggregator, dan koperasi bekerja sama atau memfasilitasi pinjaman online ilegal, dan wajib mematuhi prinsip mengenali pengguna jasa (Know Your Customer) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ucapnya.

Kemudian, kata Wimboh, membuka akses pengaduan masyarakat. Lalu, melakukan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing kementerian/lembaga dan/atau melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk dilakukan proses hukum.

"Melakukan proses hukum terhadap pelaku pinjaman online ilegal sesuai kewenangan masing-masing kementerian/lembaga. Serta melakukan kerja sama internasional dalam rangka pemberantasan operasional pinjaman online ilegal lintas negara," tuturnya.

Wimboh mengatakan tindak lanjut Pernyataan Bersama ini akan diwujudkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Pemberantasan Pinjaman Online Ilegal yang akan memuat langkah-langkah dari masing-masing kementerian/lembaga yang terkoordinasi dalam Satgas Waspada Investasi.

"Upaya ini tentunya memerlukan peran serta masyarakat dalam membantu memutus mata rantai jebakan pinjaman online ilegal dan hanya menggunakan fintech lending yang terdaftar di OJK," ucapnya.