Milenial RI Banyak yang Terjerat Pinjol, Harus Ada Literasi Dampak dan Risiko
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Para pengguna pinjaman online (Pinjol) di tanah air angkanya naik tajam. Pemerintah didorong untuk kembali membangkitkan ekosistem perkoperasian nasional.

"Pemerintah harus memahami kondisi seperti ini, perlu langkah konkret untuk membantu masyarakat yang terjerat Pinjol. Salah satunya dengan pembiayaan berbasis komunitas seperti koperasi yang sangat cocok untuk masyarakat Indonesia," kata Ketua DPR RI Puan Maharani, Rabu 2 Agustus.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah rekening aktif penerima pinjaman online di Indonesia mencapai 17,68 juta akun hingga Mei 2023. Jumlah ini terhitung mengalami peningkatan sebesar 15,28% (YoY) bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Secara keseluruhan, jumlah rekening aktif Pinjol di Indonesia masih berpusat di pulau Jawa dengan jumlah rekening penerima pinjaman aktif sebanyak 12,88 juta akun. Sementara itu, total penerima pinjol di luar pulau Jawa sekitar 4,43 juta akun.

Puan mengimbau pemerintah agar menjadikan momentum tersebut untuk membumikan kembali model ekonomi koperasi.

"Dengan fenomena Pinjol ini, Pemerintah bisa menghadirkan solusi keuangan yang ramah bagi masyarakat. Salah satunya dengan menghadirkan koperasi sebagai lembaga keuangan yang paling cocok karena mengedepankan asas kekeluargaan," jelas mantan Menko PMK itu.

Puan menyoroti banyaknya masyarakat yang terjerat Pinjol hingga kemudian berujung terhadap permasalahan sosial mereka. Kemudahan pemberian pinjaman dana dari Pinjol pada akhirnya menimbulkan berbagai persoalan di kemudian hari. Bahkan ada beberapa kasus pidana dampak masalah pinjol.

"Penggunaan Pinjol memiliki risiko dan dampak negatif, seperti tingginya suku bunga dan risiko penipuan," tutur Puan.

Puan pun mendorong Pemerintah untuk memasifkan edukasi dan sosialisasi akan bahaya Pinjol kepada masyarakat. Dengan adanya pemahaman yang tepat, diharapkan hal tersebut akan mengurangi pengguna Pinjol di tanah air.

"Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa penggunaan Pinjol juga dapat menyebabkan risiko penyalahgunaan data pribadi, seperti penggunaan data untuk tujuan yang tidak sah atau penyebaran data ke pihak ketiga," terang Puan.

DPR pun mendorong OJK untuk memperketat pengawasan terhadap Pinjol yang berpotensi mengalami kredit macet. Puan juga meminta agar dibuat regulasi yang semakin rigid demi melindungi kepentingan masyarakat dan mengurangi risiko penyalahgunaan pengguna pinjaman.

"OJK perlu meningkatkan pengawasan dan memberikan penalti terhadap platform Pinjol yang mengalami rasio kredit bermasalah," tegas cucu Bung Karno itu.

Di sisi lain, Puan menyoroti banyaknya kaum milenial yang terjerat Pinjol. Sebab tidak sedikit dari generasi muda yang saat ini menghadapi masalah kredit macet.

"DPR dan Pemerintah harus bergotong royong menyelamatkan generasi milenial dari ketergantungan pinjaman online. Para anak muda ini harus memahami bahwa hal itu akan merugikan masa depan mereka apabila menghadapi kredit bermasalah," ungkap Puan.

Data OJK mencatat outstanding pinjaman macet di kalangan generasi milenial mencapai Rp655,75 miliar selama empat bulan pertama tahun 2023. Ini adalah kenaikan sebesar 13,90 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) jika dibandingkan dengan April 2022, yang mencatat hanya Rp575,74 miliar.

Pinjol-pinjol nakal menjadikan kemudahan peminjaman dana untuk menarik kalangan milenial yang kurang literasi maupun kelompok menengah ke bawah. Sebab pemberian pinjaman dana hanya memerlukan foto dengan KTP dan nomor ponsel.

"Anak muda perlu diberikan literasi bahwa bila masuk daftar hitam OJK karena menunggak pembayaran pinjaman online, maka akan berdampak terhadap perancangan masa depan mereka," sebut Puan.

"Apabila sudah diblacklist, kaum milenial ini akan sulit mengajukan pinjaman di bank untuk keperluan masa depan mereka," sambung perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

Terkait