Bagikan:

JAKARTA - Pinjaman online atau pinjol bukan hal asing lagi di kalangan masyarakat. Di era sekarang ini, pinjol bahkan telah menciptakan masalah baru yang cukup pelik. Kemudahan proses pencairan sampai tingginya limit yang diberikan pinjol membuat banyak orang gelap mata.

Belum lama ini masyarakat digegerkan oleh kabar seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang meninggal dunia di tangan seniornya sendiri. Jenazah korban berinisial MNZ (19) ditemukan tergeletak di kolong tempat tidur. Setelah dilakukan pemeriksaan, korban dibunuh oleh seniornya, AAB (23), di sebuah kos di Kukusan, Beji, Depok, pada 4 Agustus.

Motif pembunuhan yang dilakukan AAB terhadap juniornya cukup membuat banyak orang mengerutkan dahi. AAB diketahui mengalami kerugian dalam investasi kripto dan terjerat utang pinjol. Dari pinjol, AAB diketahui memiliki utang sebesar Rp15 juta.

“Total rugi Rp80 juta. Pelaku ini bermain kripto, main sana sini, lalu ke pinjol,” ujar Wakasatreskrim Polres Depok AKP Nirwan.

Indonesia Masih Minim Literasi Investasi

Trading crypto cukup ramai dibahas kalangan trader dunia termasuk Indonesia dalam beberapa tahun ke belakang. Menurut Badan Pengawas Perdangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, aset kripto merupakan komoditi yang bisa diperdagangkan di bursa berjangka. Meskipun Bank Indonesia melarang aset kripto digunakan sebagai mata uang atau alat pembayaran, namun aset kripto umumnya dapat dijadikan alat investasi dan dapat diperjualbelikan.

Sederhananya, kripto merupakan salah satu investasi berisiko tinggi seperti saham. Cara berinvestasi ini bisa mengoptimalkan imbal hasil tinggi, namun dengan risiko yang cukup tinggi pula. Pasar kripto di Indonesia semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data Bappebti, pengguna aset kripto sebanyak 11,2 juta orang pada akhir 2021. Angka itu meningkat 48,7 persen dibandingkan akhir November yang tercatat sebanyak 16,55 juta orang.

Yang menarik, jumlah pengguna aset kripto didominasi kaum milenial antara 18-30 tahun. Enam provinsi di Indonesia dengan minat kripto tertinggi adalah Bali, DKI Jakarta, Banten, Yogyakarta, Kepulauan Riau, dan Jawa Barat.

Belajar investasi sejak dini adalah hal positif. Namun ada beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum berinvestasi, apalagi investasi dengan tipe risiko tinggi. Menurut pakar ekonomi UM Surabaya Arin Setyowati, kita harus paham dulu tentang investasi. Sebelum terjun ke dunia investasi, orang harus mempelajari seluk beluk investasi secara intens supaya mengurangi risiko penipuan.

Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. (Istimewa)

“Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan literasi keuangan dan investasi sehingga meminimalisir risiko penipuan. Dalam dunia investasi ada banyak istilah-istilah yang perlu dieksplorasi mendalam,” kata Arin.

Sementara itu, certified financial planner Annisa Steviani menginvestasikan uang dengan bijak di usia dini dapat meningkatkan kekayaan bersih di masa depan. Uang yang diinvestasikan ini akan membantu menuju tujuan keuangan. Annisa mengatakan calon investor harus mulai memerhatikan dan menemukan cara mengelola keuangan yang tepat. Harus disadari bahwa cara mengelola keuangan setiap orang berbeda sesuai dengan kepribadian, kebutuhan, dan gaya hidup.

“Kalau ada salah satu dari literasi finansial ini yang skip, [maka] risikonya lumayan tinggi nih. Misalnya, ikut-ikutan investasi padahal belum paham diversifikasi aset [atau] investasinya gak pakai uang dingin. Ujung-ujungnya, ketika simpennya [dana] di produk investasi yang risikonya tinggi, uangnya habis [dan] habis deh semua aset,” jelas Annisa Steviani.

Selain itu, Annisa juga mengatakan seseorang harus menetapkan tujuan dan mempertimbangkan profil risiko secara cermat, calon investor akan lebih mudah memilih produk investasi yang sesuai dengan kebutuhan.

Frugal Living Bukan Pelit

Seperti diungkapkan sebelumnya, pelaku AAB terlilit utang pinjol hingga Rp15 juta. AAB jelas bukan satu-satunya orang yang gelap mata akibat terlilit pinjol. Tak sedikit orang melakukan aksii nekat karena tak mampu membayar pinjol. Sepasang suami istri di Banyuwangi, Jawa Timur, tewas bunuh diri diduga karena terlilit pinjol.

Saat kabar pembunuhan mahasiswa UI dilatar belakangi lilitan pinjol, kampus UIN Raden Mas Said Surakarta menjadi sorotan karena Dewan Mahasiswa (Dema) menggandeng aplikasi dan diduga meminta mahasiswa baru mendaftar marketplace serta pinjol.

Tren pinjol memang sudah menjamur dalam beberapa tahun terakhir dan angkanya makin meningkat sejak pandemi COVID-19. Tekanan ekonomi yang dihadapi semaca pandemi membuat banyak orang memaksimalkan layanan tersebut untuk menyambung hidup.

Pinjaman online yang awalnya untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Dilansir laman Bank Indonesia, transaksi pinjaman bisa dilakukan jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja.

Proses yang mudah dan cepat memang membuat banyak orang tergiur untuk memanfaatkan pinjol. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada April 2023 ada sekitar 17 juta entitas penerima pinjaman online (pinjol) di seluruh Indonesia, dengan nilai pokok pinjaman atau utang yang masih berjalan (outstanding loan) sebesar Rp50,5 triliun.

Tingginya minat terhadap pinjol berbanding lurus dengan menjamurnya pinjol ilegal yang tidak terdaftar ilegal. Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali menemukan 85 platform pinjol ilegal per Februar 2023. Jadi sejak 2018 sudah ada 4.567 pinjol tidak resmi yang ditutup. OJK sendiri terus mengimbau masyaraat agar tidak terjebak dalam pinjol ilegal.

Salah satu poster Kementerian Keuangan yang mengampanyekan frugal living. (djkn.kemenkeu.go.id)

Semakin hari, layanan pinjol tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan hidup ketika sedang kesusahan. Di satu sisi pinjol justru mendorong masyarakat memiliki gaya hidup baru yang lebih konsumtif. Ditambah rendahnya literasi keuangan pada masyarakat indonesia, debitur pinjol akhirnya terjebak dengan jeratan utang terlalu besar hingga tak mampu membayar cicilan.

Pinjaman tidak lancar didominasi oleh debitur kategori perorangan mencapai Rp3,34 triliun. Ironisnya, dari angka tersebut generasi Milenial dan Gen Z ternyata menjadi debitur atau peminjam paling banyak.

Menurut OJK, alasan masyarakat kerap terjerat pinjol tidak resmi karena untuk membayar utang lain alias gali lubang tutup lubang. Di sisi lain, ada juga masyarakat yang meminjam pinjol ilegal demi memenuhi gaya hidup.

Di tengah rentetan kabar mengerikan soal gagal bayar pinjol demi memenuhi gaya hidup, bahasan soal frugal living kembali mencuat. Gaya hidup ini dinilai membawa banyak keuntungan.

Dilansir Wealth Simple, frugal living berarti sadar akan pengeluaran dan fokus pada prioritas keuangan. Sementara melansir India Times, frugal living adalah soal membatasi pemborosan. Tapi, frugal living berbeda dengan pelit. Salah satu contoh menerapkan frugal living adalah lebih memilih membeli barang berkualitas tinggi meski sedikit lebih mahal ketimbang barang murah. Tujuannya adalah agar barang yang dibeli tidak cepat rusak.

Kajian konsep frugal living semakin berkembang, tidak hanya menghubungkan gaya hidup dengan tujuan keuangan pribadi jangka panjang, namun tentang keberlangsungan kehidupan seluruh manusia di masa yang akan datang.

Jhon White, seorang profesor filosofi pendidikan dalam tulisannya “The Frugal Life, dan Why We Should Educate for It” menjelaskan bahwa frugal living harus diadopsi generasi masa depan. Pandemi Covid-19 dan perubahan iklim harus menjadi momentum untuk mendeklarasikan frugal living dan mengajarkannya kepada generasi masa kini.

Kementerian Keuangan bahkan ikut mendorong Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk ikut mengadopsi frugal living. “Sepatutnya para ASN tidak perlu malu untuk memulai kebaikan. Sebagai pelayan masyarakat, setiap gerak-gerik dan gaya hidup ASN menjadi sorotan khalayak ramai,” demikian dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan.

Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan dalam menerapkan frugal living antara lain memiliki tujuan finansial yang jelas dan masuk akal, selalu menganalisis kebutuhan vs keinginan sebelum membelanjakan uang, menghindari utang konsumtif, dan merasa nyaman untuk tidak terpengaruh tren.