Bagikan:

JAKARTA – Nama Simonida Media mendadak menjadi perhatian publik sekitar akhir tahun 2023. Platform investasi itu diduga melakukan praktik scam alias penipuan yang membuat banyak orang mengalami kerugian bahkan hingga triliunan rupiah.

Saat menjalankan usahanya, Simonida Media diduga menerapkan skema ponzi berkedok investasi bodong dolar yang menjanjikan keuntungan dalam jumlah besar untuk menggaet anggota. Secara garis besar, seseorang yang ingin bergabung dengan Simonida Media harus membeli keanggotaan dengan nominal tertentu dan merekrut anggota lain jika ingin mendapatkan keuntungan.

Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi menegaskan, pihaknya tidak pernah memberikan izin kepada penyelenggara aplikasi yang mendeklarasikan diri sebagai aplikasi penghasil uang, baik seperti Simonida Media maupun aplikasi lainnya.

Namun, lanjut dia, untuk pengawasan secara khusus biasanya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berwenang mengawasi jalannya transaksi keuangan. “Kalau ada laporan, Kominfo akan memblokir laman dari perusahaan bersangkutan. kalau soal apk, Kominfo tentu harus berkoordinasi dengan Google,” ujar Dedy.

“Sebetulnya Kominfo memiliki satu mekanisme untuk koordinasi lintas kementerian atau lembaga terkait penentuan legalitas sebuah apk. Biasanya, dalam hal ini OJK dan Satgas Waspada Investasi mengirimkan surat pada Kominfo untuk melakukan pemutusan akses terhadap apk yang terkait transaksi elektronik yang melanggar UU,” sambungnya.

Dia mengakui, investasi mulai digandrungi masyarakat seiring dengan bertambahnya media investasi yang dapat dipilih. Banyak perusahaan baru bermunculan dengan menawarkan berbagai jenis produk investasi kepada masyarakat. Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk berinvestasi tidak dibarengi dengan ketelitian dan kecermatan dalam memilih produk investasi.

Karena itu, penipuan berkedok investasi yang menjanjikan penghasilan besar masih saja mencuri hati masyarakat Indonesia. Selain itu, para pelaku selalu berinovasi dalam membungkus dan mengemas bisnis yang pada umumnya menggunakan skema Ponzi.

“Mereka selalu berhasil meyakinkan masyarakat dengan menjanjikan keutungan yang besar dalam waktu yang relatif singkat. Alih-alih mendapat keuntungan, mereka malah terjebak dan menjadi korban penipuan,” tutur Dedy.

Dia menjelaskan, sebenarnya publik dapat mengetahui ciri-ciri secara umum dari sebuah investasi yang menerapkan skema Ponzi, yakni peserta diwajibkan membayar biaya kepesertaan awal dan mengerjakan tugas dengan menekan tombol suka pada setiap video atau lainnya.

Aplikasi ini akan membayar keuntungan setelah peserta selesai mengerjakan tugasnya dengan mengirimkan bukti tangkapan layar kepada pihak aplikasi. Terdapat beberapa level untuk menentukan besaran keuntungan yang diperoleh. Kenaikan level tersebut diperoleh dengan cara membayar sejumlah uang kepada pihak aplikasi maupun kepada anggota lain.

“Dengan skema tersebut, banyak orang tertarik untuk mendaftar dan menjadi anggota dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang besar. Namun, hal ini perlu diwaspadai karena proses bisnis yang dijalankan tidaklah jelas. Tidak ada produk yang dijual untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan utama melainkan hanya mengandalkan uang berputar antaranggota saja,” tukas Dedy.

Data Pemilik Simonida Sudah Diketahui Satgas Pasti

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, yang dihubungi VOI terkait kasus ini menyatakan kasus Investasi bodong yang melibatkan Simonida Media. Sebelumnya menjawab belum menerima laporan. Belakangan menginformasi ulang, Kominfo sudah menerima laporan kasus Simonido Media, dan pihaknya telah meneruskan laporan tersebut Bappebti. Serta sudah dilakukan pemantauan oleh Satgas Pasti. Dia menambahkan bahwa entitas sudah ditutup oleh OJK sesuai siaran pers tertanggal 30 Desember 2023.

Data dan Informasi PT Simonida Media telah dibekukan (OJK)
Data dan Informasi PT Simonida Media telah dibekukan (OJK)

Ditambahkan Samuel, sesuai jawaban tertulisnya kepada VOI, bahwa hasil penelususran Satgas Pasti perusahan tersebut diketahui memiliki legalitas berupa Akte pendirian, AHU, NIB, NPWP. Pengurusnya diketahui bernama Dian Purnama selaku Direktur PT Simonida Media Corp. Pihaknya berjanji bersama SATGAS PASTI akan bertindak cepat dalam melakukan penanganan investasi ilegal terutama pada kasus Simonida Media.

Pakar Kartu Kredit dan Konsultan Keuangan, yang juga pemerhati kasus Money Games, Roy Shakti mengatakan perusahaan seperti Simonida itu banyak bentuknya. Modusnya biasa mencomot perusahaan yang tidak aktif dan menggunakannya untuk scam. Sebelum perusahaan itu diambil, para pelaku scam itu sudah mengamati dan mengikutinya. Misal ponzi Mersk yang dikenal sebagai perusahaan forwarding di pelabuhan-pelabuhan, mereka seolah-olah berbisnis sewa menyewa kontainer padahal kontenernya tidak ada.

Cara mengecek sebuah perusahaan investasi tipu-tipu atau bukan, dijelaskan Roy, bisa dilacak dari aktifitas chat aplikasi antar members di perusahaan tersebut. Bila ada informasi dari salah satu member yang komplain atau protes ke perusahaan itu, karena telah melakukan manipulasi di suatu wilayah. Menurut Roy kelemahan penanganan kasus seperti ini, biasanya mentok bila diketahui servernya berada di luar negeri,

"Polisi sudah nggak bisa apa-apa, kalau servernya ada di luar negeri. Beberapa kasus bisa ditangani bila server ada di Indonesia, seperti kasus Robot trading," ujar Roy yang ditemui Voi di kawasan Manggarai, 3 Januari lalu.

Cara mengetahui keberadaan server di luar negeri, dengan Google Trend. Seperti dalam kasus Simonida diketahui pengaksesnya terbesarnya berasal dari Indonesia dan hanya satu persen yang berada di Kamboja. Artinya, server Simonida Media ini berada di Kamboja.