Bagikan:

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait pengenaan tarif pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada transaksi uang elektronik dan dompet digital (e-wallet).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti menyampaikan pengenaan tarif PPN pada jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Dwi menegaskan bahwa pengenaan PPN 12 persen yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan pada nilai pengisian uang (top up), nilai saldo, atau nilai transaksi jual beli, melainkan akan dikenakan pada konsumen atas penggunaan jasa layanan uang elektronik atau dompet digital.

"Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru," ungkapnya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu, 22 Desember.

Sebagai contoh dalam simulasi perhitungan Ditjen Pajak, ketika pengguna mengisi ulang (top up) uang elektronik, dompet digital atau e-wallet sebesar Rp1 juta dengan biaya administrasi top up misalnya Rp1.500, dan dengan pengenaan tarif PPN 11 persen yang berlaku saat ini, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp165, sehingga total biaya menjadi Rp1.665.

Sementara dengan pengenaan tarif 12 persen nantinya, maka PPN yang perlu dibayar sebesar Rp180, sehingga total biaya menjadi Rp1.680. Sehingga dari contoh tersebut, sehingga selisih kenaikan PPN sebesar 1 persen hanya Rp15.

"Artinya, berapa pun nilai uang yang di-top up tidak akan mempengaruhi PPN terutang atas transaksi tersebut, karena PPN hanya dikenakan atas biaya jasa layanan untuk top up tersebut. Sehingga, sepanjang biaya jasa layanan tidak berubah, maka dasar pengenaan PPN juga tidak berubah," tuturnya.

Selain itu, Dwi menjelaskan terkait transaksi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan bagian dari Jasa Sistem Pembayaran.

Oleh sebab itu, atas penyerahan jasa sistem pembayaran oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada para merchant terutang PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

"Artinya, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru.Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant," jelasnya.