Muhaimin Dukung Pemerintah Tetapkan PPh dan PPN pada Transaksi Uang Kripto: Ini Bisa Tingkatkan Pendapatan Negara
Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar mendukung rencana pemerintah yang akan mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi uang kripto.

"Transaksi kripto dan 'fintech' sekarang kita tahu begitu besar. Pelanggannya juga jutaan orang. Jadi, saya dukung aturan pengenaan PPh dan PPN untuk mereka, sekaligus ini bisa jadi sumber pendapatan baru bagi negara," kata Muhaimin melalui keterangan tertulisnya, dikutip dari Antara, Sabtu 9 April.

Gus Muhaimin sapaan akrabnya mengutip laporan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menyebut nilai transaksi aset kripto mencapai Rp64,9 triliun pada 2020 dan tercatat Rp859,4 triliun pada tahun lalu. Dari data tersebut, transaksi perdagangan aset kripto periode Januari hingga Februari 2022 tercatat sebesar Rp83,3 triliun.

"Transaksi sebesar dan sebanyak itu tentu saja bisa meningkatkan pendapatan pajak negara. Jadi, sudah sepatutnya dioptimalkan," kata dia.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengkaji dan berkoordinasi dengan pengusaha transaksi aset kripto maupun Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) terkait besaran tarif pajak yang akan dikenakan.

"Saya minta lembaga terkait seperti Kemenkeu dan AFTECH saling berkoordinasi berapa besaran pajaknya nanti. Harapan saya, pengenaan pajak tidak terlalu memberatkan para trader aset kripto maupun nasabah fintech yang berdampak pada berkurangnya transaksi hingga perpindahan trader ke transaksi 'exchange' luar negeri," ujarnya.

Di sisi lain, ia juga mendorong Kemenkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mensosialisasikan aturan pengenaan PPh dan PPN kepada perusahaan penyelenggara transaksi aset kripto, perusahaan fintech maupun kepada masyarakat selaku trader dan nasabah.

"Sosialisasinya harus masif. Jangan nanti terkesan pemerintah asal narik pajak saja oleh para pengusaha dan trader. Kalau masif saya yakin mereka juga mengerti karena ini juga untuk kebaikan Indonesia, kebaikan kita bersama," ucapnya.