Akankah Putusan MKMK Jadi Stimulus Hak Angket?
Ilustrasi Gambar karya Ilham dan Andri winarko VOI

Bagikan:

JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) berbuntut panjang. Selain laporan tentang dugaan pelanggaran etika yang ditindaklanjuti pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), gugatan agar MK meninjau kembali putusan tersebut juga bermunculan.

Jika akademisi-akademisi seperti Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar memilih mengajukan gugatan agar MK meninjau kembali putusan No 90/PUU-XXI/2023, jalur lain mengemuka di parlemen. Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu mengusulkan penggunaan Hak Angket DPR untuk mengetahui apakah ada penyimpangan yang dilakukan pemerintah dalam proses keluarnya Putusan MK tersebut.

Pro dan kontra sontak bermunculan usai usul penggunaan Hak Angket DPR dalam menyikapi keluarnya Putusan MK. Berdasarkan pasal 79 ayat (3) UU tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3), Hak Angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pengertian di atas, banyak yang menilai usul penggunaan Hak Angket DPR hanya mengada-ada karena MK yang notabene masuk ranah yudikatif dianggap tidak masuk sebagai objek Hak Angket DPR. Namun, Masinton tetap bersikukuh dengan usulan itu. Menurutnya, MK bisa menjadi objek Hak Angket karena sebagai pelaksana undang-undang.

“Semua lembaga negara yang melaksanakan UU itu bisa menjadi objek angket. Iya kan? Kita kan tidak masuk kepada kewenangan yudisialnya,” terang Masinton, Senin 6 November.

Dia menilai, telah terjadi tragedi dan skandal di MK. Bahkan, Masinton menganggap telah terjadi penyelundupan hukum di MK. Hal itu dapat terlihat dengan adanya hakim MK dan para ahli hukum tata negara yang mempersoalkan Putusan No 90 tahun 2023.

Karena itu, dia mengajak anggota-anggota DPR lain mendukung penggunaan Hak Angket untuk menyikapi masalah serius yang ada di MK. “Ada persoalan serius di MK kita. Maka DPR harus menyikapinya dengan melakukan penyelidikan melalui Hak Angket. Ini untuk menjaga marwah konstutusi kita,” tambah Masinton.

MK Bukan Objek Hak Angket

Pendapat berbeda disampaikan politisi dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman, yang menilai usul Hak Angket dari Masinton sebagai hal konyol. Dia menegaskan, MK bukan termasuk dalam objek Hak Angket dari DPR.

“Ini terlalu merendahkan akal sehat kita sebagai seorang warga negara yang paham hukum, iya nggak? Coba sih Anda misalnya itu tadi kan main bola kalah diajukan banding ke pengadilan kok sekonyol itu gitu loh ya,” tukasnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR ini mengatakan, Hak Angket diajukan sebagai upaya untuk menyelidiki kebijakan pemerintah. Dalam konteksnya, hak angket itu hubungan antara DPR sebagai pengawas dengan pemerintah sebagai pihak yang diawasi. “Pemerintah, penekanannya itu,” sambung Habiburokhman.

Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: DOK Diah Ayu/VOI)
Caption

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, Fahri Hamzah mengatakan bahwa secara sempit MK memang tidak menjadi objek Hak Angket bila berdasarkan pasal 79 UU MD3. Tapi, bila dimaknai secara luas, maka sah-sah saja jika ada pihak yang menilai MK masih termasuk objek dari Hak Angket.

Bagaimana pandangan para ahli hukum tata negara? Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menyatakan bahwa DPR tidak bisa mengajukan Hak Angket kepada MK yang berada dalam rumpun kekuasaan yudikatif. Sebab, posisi MK sebagai lembaga yudikatif dikuatkan oleh UUD 1945, terutama pasal 24 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka.

“Tentu saja Hak Angket merupakan hak anggota DPR untuk mengajukannya. Hanya saya lihat, perlu ketepatan objek Hak Angket. Kalau objeknya putusan MK atau lembaga MK, tentu tidak bisa. Kekuasaan kehakiman itu berdasarkan pasal 24 UUD adalah kekuasaan yang merdeka. Tidak boleh diintervensi oleh Hak Angket,” jelas Feri.

Objek Hak Angket Diarahkan ke Presiden

Namun, dia tetap melihat adanya celah untuk mengajukan Hak Angket terkait Putusan MK No 90 tahun 2023. Feri mengungkapkan, bila DPR memang berniat mengajukan Hak Angket, maka objeknya bukan MK, tetapi presiden. Pasalnya, presiden berpotensi konflik kepentingan dengan Ketua MK, Anwar Usman yang menguntungkan putra kandungnya dalam putusan tersebut.

“Jadi, mestinya objeknya adalah pelanggaran UU oleh presiden. Karena presiden berpotensi melakukan intervensi melalui konflik kepentingan dengan ketua MK untuk keuntungan anak kandungnya. Nah itu masuk akal. Karena presiden tidak boleh mengintervensi kekuasaan dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman,” beber Feri.

Ahli hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini menilai, bisa saja DPR mengusulkan Hak Angket terhadap MK. Namun fokus Hak Angket adalah pada proses penyelidikan pelanggaran hukum yang dilakukan untuk mengintervensi hakim MK.

“Karena DPR memang mempunyai Hak Angket tetapi fokus pada pelanggaran hukum yang dilakukan dalam rangka melakukan tindakan-tindakan yang tidak sejalan dengan aturan main,” ujar Titi.

“Kalau ingin menyelidiki, apakah ada upaya-upaya yang dilakukan oleh organ-organ negara yang lain untuk memengaruhi independensi kekuasaan kehakiman, maka bisa saja. Tetapi konteksnya kekuasaaan kehakiman adalah kekuasaan yang independen dan merdeka. Dia tidak tunduk dengan kekuasaan lain. Tentu saja hakim-hakimnya tidak kebal dengan proses hukum kalau dia melakukan tindak pidana,” sambung Titi.

Menurutnya, akan lebih baik bila DPR menghormati wewenang MKMK yang tengah memproses laporan dugaan pelanggaran etika di MK. “Bila bicara konteks Mahkamah Konstitusi, saya kira proses di MKMK kita harapkan bisa berjalan dengan baik dan membuat terang benderang segala sesuatunya,” kata Titi.

Pendapat lain dilontarkan Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie yang mendukung anggota DPR menggunakan Hak Angket atas putusan MK soal syarat usia pencalonan presiden dan wakil presiden. Dia beralasan, dengan penggunaan Hak Angket maka DPR bisa memaksimalkan salah satu fungsinya, yakni mengawasi lembaga yudikatif.

“Hak angket ya baik, saya kira supaya DPR itu juga berfungsi menjalani fungsi pengawasannya,” ujar Jimly, Rabu 1 November lalu.

Jimly sendiri bersama dua anggota MKMK, Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams akan mengeluarkan putusan terkait pemeriksaan dugaan pelanggaran etika yang dilakukan hakim konstitusi terutama Ketua MK, Anwar Usman dalam proses keluarnya Putusan MK No 90 tahun 2023, pada Selasa 7 November.

Putuskan MKMK Jadi Pintu Masuk Hak Angket

Lantas, bagaimana jika MKMK memutuskan Anwar Usman melanggar etik seperti melakukan praktik nepotisme dan mempengaruhi hakim konstitusi lain saat mengeluarkan Putusan MK No 90 tahun 2023? Apakah hal itu bisa memuluskan penggunaan Hak Angket DPR?

Politisi dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha menilai bahwa putusan MKMK bisa menjadi pintu masuk bergulirnya Hak Angket DPR. Apalagi bila dalam putusannya, MKMK menemukan adanya pertemuan-pertemuan yang diatur dari awal, diskenario dari awal oleh presiden, maka objek Hak Angket akan mengarah ke presiden.

Dia menambahkan, dasar pengajuan Hak Angket bisa dilakukan jika ditemukan pelanggaran kode etik terhadap Anwar Usman dalam memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Posisi Anwar menjadi kontroversial karena merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak sulung Presiden Jokowi.

“Iya, artinya ada moral hazard untuk memasukan anak presiden menjadi calon wakil presiden, itu bisa jadi dasar digulirkannya Hak Angket oleh DPR,” tutur Tamliha, Senin 6 November.

Meski enggan berandai-andai, dia mengakui bila ujung dari penggunaan Hak Angket DPR adalah pemakzulan presiden. Meskipun, untuk mencapai hal tersebut tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

“Ya pemakzukan melalui Hak Angket, itu memerlukan waktu yang lama kurang lebih enam bulan. Posisinya di DPR dulu, habis di DPR dibawa ke MPR,” ungkap Tamliha.

Sekretaris Fraksi PPP DPR, Achmad Baidowi menambahkan, usulan Hak Angket saat ini tengah dikaji oleh fraksi-fraksi di DPR mulai dari alasan putusan hingga kaitannya dengan pemerintah. “Kenapa timbul putusan MK bisa seperti itu? Apa hubungannya dengan pemerintah? Dan seterusnya,” imbuhnya.

Direktur eksekutif Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam mengatakan, bila Hak Angket akan digulirkan maka Fraksi PDI Perjuangan tidak bisa mengusulkan sendiri. Dia melihat, bila melihat peta politik saat ini, maka setidaknya FPDIP akan bersama FPPP dalam mengusulkan Hak Angket.

Namun, tidak tertutup kemungkinan jika FPDIP mampu membangun komunikasi dengan fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Perubahan, dalam hal ini Fraksi Partai NasDem, FPKS dan FPKB, maka usulan Hak Angket akan sulit dibendung.

“Kalau objeknya sudah mengarah ke presiden, dan Fraksi PDIP mampu menggandeng fraksi-fraksi di Koalisi Perubahan tentu akan sulit menahan Hak Angket di DPR,” tutur Umam.

Menarik untuk ditunggu, apakah Putusan MKMK akan menjadi stimulus bagi mulusnya Hak Angket DPR.