Masyarakat Rempang Harapkan Peran dalam Pembuatan Master Plan
Ilustrasi Gambar karya Andri winarko VOI

Bagikan:

JAKARTA - Konflik agraria di Pulau Rempang, Batam, kini memasuki babak baru yang menarik perhatian. Presiden Jokowi telah mengutus Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, untuk menangani konflik yang melibatkan masyarakat dan tim terpadu dari BP Batam.

Suasana cerah senja menyambut kedatangan rombongan kecil Menteri Investasi Bahlil Lahadalia di Bandara Hang Nadim, Batam, pada Minggu (17/9). Tanpa protokoler khusus, rombongan ini melanjutkan perjalanan menuju Rempang Cate di Pulau Rempang. Tujuan utamanya adalah bertemu dengan Ketua Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT), Achmad Gerisman. Keunikan lainnya adalah rombongan pejabat tinggi negara ini hanya menggunakan dua mobil Avanza tanpa pengawalan.

Perjalanan dari Bandara Hang Nadim ke Pantai Melayu memakan waktu sekitar 90 menit. Saat Bahlil turun dari salah satu mobil Avanza, terdengar suara adzan maghrib. Dengan berpakaian kemeja putih dan peci hitam, Bahlil, yang berasal dari Papua, berbincang-bincang dengan Ketua Keramat sebelum melaksanakan salat maghrib.

Bahlil menyampaikan bahwa kedatangannya ke rumah Gerisman bukan sebagai seorang menteri, melainkan sebagai seorang anak yang datang kepada orangtuanya. Achmad Gerisman adalah sosok yang vokal dalam menentang proyek strategi nasional Rempang Eco City di Pulau Rempang. Proyek ini merupakan hasil kerja sama antara PT Makmur Elok Graha dan BP Batam dengan total investasi senilai Rp381 triliun.

Setelah menunaikan salat maghrib, Bahlil duduk di kursi besar di depan Gerisman. Dia menjelaskan bahwa tidak ada satu negara, provinsi, atau kota pun di dunia yang bisa maju hanya dengan mengandalkan APBN atau APBD. Oleh karena itu, negara membutuhkan investasi untuk menggerakkan perekonomian suatu daerah dan menciptakan lapangan pekerjaan. "Kita memerlukan investasi untuk menggerakkan perekonomian suatu daerah dan memberikan lapangan kerja," kata Bahlil kepada masyarakat yang hadir.

Bahlil tampak mendengarkan dengan cermat keluhan-keluhan yang disampaikan oleh warga Pulau Rempang melalui Achmad Gerisman. Dia menegaskan bahwa pemerintah akan berusaha memberikan yang terbaik bagi rakyatnya. Dia juga menekankan bahwa segala tindakan yang bertujuan untuk kebaikan dan tidak mengganggu master plan proyek strategis nasional tahun 2023 akan dibahas secara bersama-sama.

"Saya mendengar masukan dari kalian, dan saya yakin bahwa kita melakukannya untuk kebaikan bersama. Kami berada di Rempang, selama tindakan ini tidak mengganggu master plan yang sudah ada, kita akan membahasnya bersama-sama," ucapnya.

Dalam pertemuan pertama di hari Minggu, Kepala BP Batam, yang juga menjabat sebagai Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, tidak hadir. Dalam rombongan Bahlil, disebutkan ada direktur dari PT Makmur Elok Graha, yang juga merupakan anak dari Tommy Winata, yaitu Adihtya Prakarsa Winata. Adihtya tampak mendengarkan dengan seksama semua keluhan yang disampaikan oleh masyarakat Pulau Rempang.

Pertemuan dan diskusi berlangsung dengan hangat, seolah-olah antara anak dan bapak. Pukul 21:30 malam, rombongan kecil dari Bahlil bersiap untuk pamit dan kembali ke Batam. Harapannya, Bahlil akan kembali pada hari Senin (18/9) untuk bertemu dengan rakyat Batam yang berada di Pulau Galang.

Pada kesempatan berikutnya, Bahlil menjelaskan bahwa kunjungannya ke Batam merupakan bagian dari sosialisasi pemerintah pusat terkait program PSN Rempang Eco City yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Dia berjanji bahwa pemerintah akan memperhatikan hak-hak warga Rempang, termasuk hak kesulungan atau warisan yang diteruskan dalam keluarga.

"Saya telah mendapatkan data dari teman-teman yang melakukan pendataan. Kami tidak akan mengabaikan hak-hak kesulungan saudara-saudara saya yang sudah ada di sini secara turun-temurun. Kami akan memperhatikan hak-hak ini dengan baik, dan kami akan menjalankannya dengan bijak," tegas Bahlil.

Proyek PT MEG: Perbandingan Antara 2004 dan 2023

Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, menjelaskan bahwa dia hanya melanjutkan kesepakatan yang telah diambil antara PT Makmur Elok Graha (MEG) dan Pemko Batam, kesepakatan yang telah ditandatangani oleh Wali Kota Batam sebelumnya. Namun, ada ketidaksesuaian yang mencolok. Data dokumen yang diterima oleh VOI menunjukkan bahwa perjanjian antara PT MEG dengan pemimpin daerah, DPRD, dan Otorita Batam pada tanggal 25 Agustus 2004 sebenarnya tidak membicarakan tentang proyek strategi nasional, melainkan tentang pengembangan daerah wisata yang ada di Batam.

Dokumen Perjanjian dengan PT MEG

Perjanjian kerja sama antara PT MEG dan pihak berwenang setempat serta Otorita Batam, yang ditandatangani oleh notaris Suryasumirat, memiliki fokus pada menjadikan Rempang sebagai kawasan wisata terpadu eksklusif (KWTE). Bahkan, dalam MoU tersebut, tidak ada rencana relokasi Kampung Tua di Pulau Rempang, Kecamatan Galang, untuk kepentingan proyek dan investasi PT MEG.

Mantan Ketua DPRD Kepulauan Riau pada tahun 2004, Taba Iskandar, menjelaskan bahwa ia sendiri yang mengusulkan investasi di Pulau Rempang agar menjadi tempat wisata eksklusif dan untuk memindahkan tempat hiburan malam dari Kota Batam. Namun, investasi tersebut tidak terealisasi karena masalah administrasi wilayah. Saat itu, Rempang masih menjadi bagian dari Kabupaten Bintan, bukan Pemko Batam atau BP Batam. Ini menciptakan status quo di lahan Rempang.

"Tujuannya adalah memindahkan tempat hiburan malam di Pulau Batam. Namun, karena saat itu Rempang belum termasuk dalam wilayah Pemko Batam dan BP Batam, serta belum ada hak pengelolaan lahan (HPL). Selain itu, Kapolri Sutanto yang menjabat saat itu juga tidak setuju karena adanya bisnis judi di kawasan tersebut, sehingga kerja sama tersebut batal," kata Taba Iskandar kepada VOI.

Taba menjelaskan bahwa sebelum kerja sama antara PT MEG dan Otorita Batam terjadi pada tahun 2004, DPRD telah mengadakan rapat bergulir antar-fraksi yang memutuskan secara resmi pada tanggal 14 Mei 2004. Lokasi Rempang yang dibahas dalam perjanjian tahun 2004 tersebut adalah Rempang laut, tidak seperti kondisi saat ini yang berfokus pada Rempang daratan.

"Lokasinya sama, yaitu di Rempang, yang membedakannya adalah tidak ada pemindahan rumah warga atau penggunaan lahan di Rempang daratan. Konsep proyek hiburan malam ini mirip dengan Sentosa di Singapura. Pemko Batam saat itu bahkan memberikan kawasan Marina di Batam sebagai pengganti wilayah Rempang, digunakan selama lima tahun untuk pengembangan KWTE, namun karena penolakan Kapolri Sutanto akibat adanya unsur judi, kerja sama itu dibatalkan," kata politisi dari Partai Golkar ini.

Anggota DPRD Kepulauan Riau, Uba Ingan Sigalingging, menekankan bahwa belum ada langkah yang terlihat dari pemerintah, baik daerah Batam maupun pemerintah pusat, untuk menyelesaikan konflik agraria di Pulau Rempang. Dia juga mencatat bahwa ketakutan dan trauma masih terasa di antara masyarakat Pulau Rempang.

"Hingga saat ini, kami belum melihat tindakan yang diambil oleh lembaga pemerintah daerah dan DPRD, baik sebagai mediator maupun pencari solusi. Ucapan saja tidak cukup, bahkan anak-anak kecil pun bisa berbicara," katanya.

Uba Ingan Sigalingging juga menyatakan bahwa bahasa seperti relokasi atau penggusuran terhadap warga yang telah tinggal di Rempang selama berabad-abad merupakan hal yang menyakitkan. Dia melihat tindakan aparat dari tim terpadu BP Batam terhadap masyarakat Rempang sebagai bagian dari aneksasi.

"Masalah ini harus dihadapi dengan kemanusiaan, karena relokasi atau penggusuran adalah sesuatu yang sangat menyakitkan karena mereka adalah penduduk sah di kampung itu," ujarnya.

Tidak aktifnya Gubernur Kepulauan Riau dalam menangani konflik agraria di wilayahnya dianggap sebagai upaya pencitraan oleh Uba. Sebagai pemimpin tertinggi di Kepulauan Riau, Ansar seharusnya terlibat langsung dalam sosialisasi dan penjelasan yang akurat kepada BP Batam.

Uba Ingan dan Gerisman Ketua Keramat

Uba Ingan Sigalingging juga mencatat sikap Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, yang dianggapnya hanya sebagai pencitraan belaka. Menurutnya, sebagai pemimpin tertinggi di tingkat provinsi, Ansar seharusnya aktif dan bertanggung jawab terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat Rempang.

"Gubernur Riau seharusnya peduli terhadap masalah di Rempang dan memperhatikannya sesuai dengan kewenangannya. Sejauh ini, tindakan gubernur terkesan hanya pencitraan seolah-olah peduli, padahal tidak," ujar Uba.

Terkait pertemuan Menteri Investasi Bahlil dengan Gerisman, Uba menilai bahwa ini adalah langkah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah pusat. Dia berpendapat bahwa Bahlil Lahadalia seharusnya datang sebelum demonstrasi masyarakat meletus dan masyarakat Rempang menjadi korban tindakan kepolisian.

"Harusnya datang sebelum situasi menjadi ramai di media sosial agar proses aneksasi terhadap warga dapat dihindari. Pemerintah harus memperhatikan rakyatnya. Mari bersama-sama melihat apa yang akan terjadi pada tanggal 28 September mendatang," tambahnya.

KERAMAT Desak Investor Tunjukkan Master Plan Rempang Eco City

Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, telah berjanji untuk meminta investor agar melibatkan masyarakat setempat di Pulau Galang dalam proyek pembangunan. Menurutnya, melibatkan masyarakat tidak hanya dalam hal tenaga kerja, tetapi juga dalam dunia pendidikan.

"Masa jabatan saya tinggal setahun sebagai Wali Kota Batam. Saya tidak ingin melanggar janji kepada warga sendiri setelah turun dari jabatan. Oleh karena itu, kami harus mempersiapkan rencana manajemen tenaga kerja. Saya akan berkomunikasi dengan beberapa universitas untuk mempersiapkan program pendidikan vokasi. Ini akan memberikan peluang bagi anak-anak kita untuk berpartisipasi dalam pembangunan Kota Batam," katanya dalam wawancara dengan VOI.

Namun, pernyataan Wali Kota Batam Muhammad Rudi dianggap terlambat oleh Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), Achmad Gerisman. Gerisman sebelumnya telah meminta kepada semua pimpinan daerah di Kota Batam dan investor PT Makmur Elok Graha (MEG) untuk melibatkan masyarakat Pulau Rempang dalam penyusunan master plan Rempang Eco City.

"Semua lapisan masyarakat harus dilibatkan dalam penyusunan master plan. Kami perlu memastikan bahwa masalah ini bukan hanya inisiatif dari BP Batam. Jika kami tidak dilibatkan dan hanya diasingkan ke Rempang Cate, kami dengan tegas menolak relokasi tersebut," ujar Ketua Keramat Achmad Gerisman kepada VOI.

Selain itu, Gerisman juga mendesak PT MEG untuk memperhatikan usaha perkebunan yang dimiliki oleh masyarakat di Pulau Rempang. Menurutnya, kepemilikan usaha perkebunan oleh masyarakat adalah akibat dari kelalaian pemerintah yang tidak memberitahu batas-batas hutan negara.

Gerisman menekankan bahwa pasokan sayur-mayur ke Kota Batam berasal dari hasil panen masyarakat Rempang dan Galang. Oleh karena itu, dia memperingatkan pemerintah daerah dan pusat untuk tidak mengklaim hasil perkebunan dari masyarakat Batam.

"Di sini ada hutan buru, hutan produksi, hutan lindung, tanpa memberitahu masyarakat tentang batasan hutan tersebut. Ketika masyarakat mulai bercocok tanam, pemerintah tidak mendatangi mereka. Namun, ketika panen tiba, pemerintah datang dan memasang papan yang menyatakan bahwa wilayah ini masuk ke dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dilarang melakukan aktivitas apa pun di area ini. Pelanggaran akan dikenai sanksi. Ini seperti mencari masalah," tegas Achmad Gerisman.

Dalam pertemuan dengan perwakilan dari PT Makmur Elok Graha, mereka mengungkapkan rencananya untuk mengelola lahan seluas 17.000 hektar di Rempang dan Galang. Saat ini, fokus pekerjaan mereka masih berada di sekitar Rempang, antara Jembatan IV dan Jembatan V Barelang. Mereka berkomitmen untuk tidak merugikan atau mengecewakan masyarakat Rempang.

"Kami ingin membuktikan komitmen kami melalui pembangunan. Kami akan memenuhi semua keinginan masyarakat Rempang. Kami akan mengakomodasi usaha perkebunan dan juga akan mengajarkan proses Aquaculture di laut kepada nelayan. Semua akan kami perhatikan," kata salah satu perwakilan PT Makmur Elok Graha, Hadi.

Direktur PT Makmur Elok Graha, Trijono, yang sebelumnya berdiam diri, menambahkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan beberapa universitas untuk memberikan pendidikan kepada warga Rempang.

"Kami telah menjalin kerja sama dengan universitas untuk mempersiapkan tenaga kerja, terutama yang berasal dari warga setempat. Kapasitas mereka akan disesuaikan dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Kami akan melatih mereka sejak dini agar mereka tidak hanya menjadi penonton di tanah kelahiran mereka," tambahnya.

Meskipun demikian, Trijono menekankan bahwa perusahaan mereka adalah pengembang dan akan mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

"Kami adalah pengembang. Kami akan berunding dengan masyarakat setempat jika diperlukan. Namun, kami tidak ingin mendahului pemerintah karena perbedaan pemahaman dapat menimbulkan masalah," tegasnya.