JAKARTA - Hingga kini video dan konten viral berkaitan dengan COVID-19 banyak tersebar di platform media sosial. Tak jarang, influencer hingga politisi terjebak dengan konten-konten viral yang berisikan misinformasi baik pengobatan alternatif, vaksin hingga teori konspirasi.
Bahkan media sosial sekelas Facebook, memerluka waktu cukup lama untuk menghapus video misinformasi yang viral di platform-nya. Dirangkum dari The Verge, Facebook mengambil tindakan ini untuk menghentikan konten-konten misinformasi yang beredar di platform-nya.
BACA JUGA:
“Kami telah menghapus video viral karena membuat klaim palsu tentang penyembuhan dan pencegahan untuk COVID-19. Orang yang bereaksi, mengomentari, atau berbagi video ini, akan melihat pesan yang mengarahkan mereka ke informasi otoritatif tentang virus," kata juru bicara Facebook, Rabu, 29 Juli.
Sedikitnya, Facebook telah menghapus 7 juta konten menyesatkan maupun postingan terkait virus corona yang beredar di platform-nya, sejak bulan April dan Juni. Namun konten-konten viral terkait COVID-19 masih saja beredar dan dibuat dengan tujuan menyesatkan informasi.
"Kami membutuhkan beberapa jam untuk memberlakukan terhadap video dan kami melakukan peninjauan untuk memahami mengapa ini membutuhkan waktu lebih lama dari yang seharusnya," tambahnya.
Asked Facebook about the bad viral hydroxychloroquine video and why it got 20M+ views before being removed. Company says removal “took longer than it should have” and will undertake a review pic.twitter.com/X8F5lO5voA
— Casey Newton (@CaseyNewton) July 28, 2020
Bahkan baru-baru ini, Facebook mengambil tindakan penghapusan, dilaporkan terdapat video yang menampilkan para non-ahli menolak memakai masker sambil menggembar-gemborkan cara untuk menyembuhkan virus yang belum diverifikasi. Video tersebut dibagikan secara luas puluhan juta kali, termasuk oleh presiden AS Donald Trump dan putranya di Twitter.
Tak hanya Facebook, jejaring media sosial lainnya seperti Twitter dan YouTube juga kerap membatasi serta menghapus konten-konten viral terkait COVID-19. Lantaran banyak video yang mencoba untuk menyampaikan informasi yang menyesatkan.