Bagikan:

JAKARTA - Tahun 2020 menjadi perjuangan keras untuk media sosial Twitter dalam memberantas kesalahan informasi atau konten yang menyesatkan. Bahkan momentum Pilpres AS, tak cukup meredam penyebaran kicauan hoaks atau ujaran kebencian.

Dilansir dari 9to5Mac, Selasa 24 November, Twitter akan memperluas jangkauan dari informasi peringatan kepada pengguna yang me-retweet cuitan yang sudah diberi label menyesatkan. Bahkan Twitter akan melabelkan penggunanya yang sering me-retweet kicauan menyesatkan. 

"Perintah ini membantu mengurangi Tweet Kutipan informasi menyesatkan sebesar 29 persen, jadi kami memperluasnya untuk ditampilkan saat Anda mengetuk untuk menyukai Tweet berlabel," ungkap akun @TwitterSupport.

Twitter sendiri telah menerapkan peraturan ini pada kicuan Donald Trump yang melakukan klaim kemenangan, sebelum hasil resmi Pilpres AS keluar. Di mana Twitter telah menambahkan informasi dan anjuran membaca berita terkait, sebelum penggunanya me-retweet kicauan seseorang. 

Ketika pengguna mencoba menyukai tweet yang telah diberi label sebagai konten yang menyesatkan, sebuah pesan akan muncul dan mengatakan, "Bantu jadikan Twitter tempat untuk info yang dapat diandalkan."

Anjuran untuk membaca lebih banyak info sebelum me-retweet terbukti telah menurunkan kasus pengutipan kicauan yang menyesatkan sebanyak 29 persen. Langkah tersebut dinilai cukup berhasil untuk menurunkan penyebaran hoaks di platformnya. 

Sedangkan media sosial lainnya seperti Facebook, menurut laporan BuzzFeed, pelabelan misinformasi pada platform-nya tampak tidak banyak membantu, karena hanya mengurangi sekitar 8 persen.

Twitter sendiri mulai melabeli kicauan menyesatkan sejak awal tahun 2020. Hal tersebut dilakukan di tengah ratusan ribu tweet menyesatkan dan misinformasi, terkait pandemi dan Pilpres AS.