Bagikan:

JAKARTA - Menjelang pemilihan umum (pemilu) di Australia, Facebook meluncurkan video yang meminta penggunanya untuk berhati-hati dan lebih kritis terhadap informasi yang salah atau disinformasi di media sosialnya.

Facebook dan layanan newswire Associated Press Australia (AAP) akan mempublikasikan video di media sosialnya dan Instagram yang mendorong pengguna untuk meningkatkan literasi media mereka serta lebih kritis terhadap informasi yang disajikan kepada mereka.

Ditayangkan untuk pengguna di Australia, video tersebut akan berlangsung hingga 24 November. AAP juga akan memberikan materi tentang cara mengidentifikasi misinformasi.

Ini merupakan kampanye perpanjangan dari layanan pengecekan fakta yang disediakan AAP kepada Facebook. Pemilu Australia akan diadakan pada Mei 2022. Sementara itu, kepala kebijakan publik Facebook di Australia, Josh Machin mengatakan perusahaan berencana untuk menyebarkan berbagai tindakan untuk memerangi informasi yang salah.

“Ketika kita memikirkan langkah-langkah integritas pemilu, memerangi informasi yang salah adalah bagian yang sangat penting dari itu,” ungkap Machin seperti dikutip dari The Guardian, Senin, 25 Oktober.

“Tetapi kami juga memikirkan bidang lain seperti memerangi disinformasi dan mengoordinasikan perilaku tidak authentic, dan membantu memastikan keamanan dunia maya di sekitar pemilihan, mempromosikan partisipasi masyarakat, pentingnya demokrasi. Anda akan melihat berbagai macam tindakan di semua area itu begitu kami tahu kapan tanggal pemilihannya," imbuhnya.

Namun, menurut direktur kebijakan teknologi Reset Australia, Dhakshayini Sooriyakumaran menjelaskan bahwa video tersebut menempatkan tanggung jawab pada pengguna individu untuk mengatasi informasi yang salah secara online, daripada menangani masalah sistemik yang amplifikasi algoritmik media sosial itu sendiri dari informasi yang salah.

“Sederhananya, perusahaan media sosial mempromosikan, memperkuat, dan mengambil untung dari konten sensasional dan ekstrem. Algoritma dirancang untuk memperkuat konten yang menimbulkan reaksi terkuat dari kami karena itulah yang membuat kami tetap terpaku pada ponsel kami dan menelusuri platform sehingga lebih banyak nilai dapat diekstraksi dari kami," ujar Sooriyakumaran.

Mengutip Mirage News, muculnya video cek fakta itu terjadi ketika Facebook telah dilanda serangkaian pengungkapan oleh whistle-blower Frances Haugen, yang menyatakan perusahaan itu mengutamakan keuntungan sebelum keselamatan. Dan meminta untuk tidak lagi mempercayai Facebook.

Haugen mengungkapkan kepada anggota parlemen Amerika Serikat  pekan lalu bahwa Facebook harus dipaksa untuk menerbitkan daftar harian tautan yang sedang tren, yang in memungkinkan pihak berwenang dengan cepat menghapus informasi yang salah di platform.