JAKARTA - Aplikasi video kreatif TikTok menghargai setiap konten yang telah dibuat penggunanya. Bahkan TikTok telah menyiapkan dana sekitar 200 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp2,9 triliun untuk membayar konten kreator di platform-nya.
Melansir dari Slashgear, melalui TikTok Creator Fund, perusahaan ingin mendukung kreatifitas yang telah dibuat para konten kreatornya untuk mendapatkan uang tambahan. Artinya TikTok akan mengikuti jejak YouTube yang sudah lebih dulu membayar setiap konten video yang dibagikan di platform-nya.
BACA JUGA:
"Lewat TikTok Creator Fund, para kreator kami akan bisa mendapatkan penghasilan tambahan yang mencerminkan waktu, perhatian dan dedikasi yang mereka berikan untuk terhubung secara kreatif dengan audiens yang terinspirasi oleh ide-ide mereka," tulis General Manager TikTok Vanessa Papas dalam postingan blog-nya, Jumat, 24 Juli.
Rencananya, program monetisasi ini akan mulai didistribusikan pada akhir tahun 2020. Untuk mendapatkan gaji dari TikTok, pengguna harus berusia 18 tahun ke atas dan konsisten dalam mengunggah konten kreatif ke platform-nya sesuai panduan komunitas yang ada.
Sayangnya, program ini baru berlaku untuk pengguna TikTok di AS. Belum ada informasi lain, apakah negara lain juga akan kecipratan dalam program tersebut.
We are so excited to announce the $200 million TikTok Creator Fund, a fund to encourage those who dream of using their voices and creativity to spark inspirational careers!
Read more: https://t.co/qArn4Lbyfj pic.twitter.com/8Z2yf3Muhs
— TikTok Creators (@tiktokcreators) July 23, 2020
Termasuk syarat apa yang harus dipenuhi para kreator untuk mendapatkan gaji, misalnya jumlah followers atau konten video yang telah diunggah ke TikTok. Demikian pula dengan besaran nominal yang akan diberikan TikTok untuk setiap video kreatif yang diunggah ke platform-nya.
Di sisi lain, TikTok saat ini sedang berusaha untuk melepas label aplikasi dari China. Lantaran kerap dikaitkan soal isu keamanan data pribadi penggunanya. Aplikasi buatan ByteDance ini juga tengah mencari lokasi baru untuk kantor pusatnya di sejumlah negara, seperti Inggris dan AS.