Apa Kabar Aplikasi PeduliLindungi, Efektifkah Menekan Angka Penyebaran COVID-19?
Aplikasi PeduliLindungi (Tachta Citra Elfira/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19 di Indonesia. Salah satunya lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang merilis aplikasi PeduliLindungi, beberapa waktu lalu. Tetapi efektifkah aplikasi ini?

VOI sempat berbincang dengan Executive Director ICT Institute sekaligus Pengamat Multimedia dan IT, Heru Sutadi. Kepada kami, Heru mengatakan jika dirinya atau banyak masyarakat belum merasakan manfaat dari aplikasi yang diklaim dapat menekan angka penyebaran COVID-19 ini.

"Secara aplikasi ini kan juga dipakai di negara lain seperti Singapura maupun Korea Selatan. Namun memang manfaatnya tidak terasa dan hanya mengajak orang download dan install tapi memutus rantai COVID nya tidak jalan karena tidak ada koneksi dengan data nasional dan yang katanya kalau kita ke wilayah zona merah atau zona kuning akan mendapat pemberitahuan," ujar Heru kepada VOI, Kamis, 11 Juni.

Heru menjelaskan bahwa pengaplikasian dari sistem buatan Kominfo ini sedari awal memang sedikit terlambat. Tidak terintegrasinya data pengguna yang telah meregistrasi dengan data pasien juga tidak beroperasi dengan baik.

"Kita enggak akan tahu orang lain kena COVID-19 dengan aplikasi, melainkan (melakukan atau melalui) rapid test dan swab test," ungkap Heru.

Belum lagi banyaknya regulasi yang tumpang tindih, seakan data identitas pengguna yang tersimpan dalam aplikasi ini berlaku surut. Salah satu contohnya mengenai Surat Izin Keluar Masuk (SIKM), alhasil sistem pemantauan dari aplikasi PeduliLindungi ini menjadi tidak efektif.

Lantaran, pengguna aplikasi ini bisa berada di zona-zona tertentu tanpa adanya peringatan dari PeduliLindingi. Menurut Heru, sangat disayangkan bila aplikasi ini hanya akan memunculkan notifikasi peringatan atau sekadar informasi untuk mematuhi protokol kesehatan.

"Masalahnya kan di situ. Zona hijau saja bisa jadi aslinya tidak hijau tapi kuning atau merah. Data tidak presisi. Belum lagi kita yang juga tidak mau share data dan instansi resmi harus juga real-time masukin data. Kalau data sekarang saja PCR real-time buka dan data real time tapi hasil pengujian lima hari lalu. Bahkan pernah (ada) data 12 hari lalu karena hasil uji PCR nya lambat," jelas Heru.

Hal senada juga disampaikan, Pengamat dan Pakar Teknologi Teguh Prasetya yang mengatakan kalau aplikasi PeduliLindungi belum bisa menjadi acuan untuk menekan angkan penyebaran atau pemantauan COVID-19. Ditambah masih minimnya sosialisasi dan pemahaman masyarakat untuk mengaktifkan aplikasi semacam ini.

Sehingga tidak heran, jika angka kewaspadaan dan kesadaran masyarakat terhadap pagebluk penyakit ini berangsur-angsur menurun. Alhasil aplikasi ini hanya akan menjadi alat bantu saja yang dikhususkan untuk pasien dalam pengawasan (PDP) atau orang dalam pengawasn (ODP) COVID-19.

"Aplikasi ini hanyalah sebagai alat pembantu untuk memantau dan memberikan alert tentunya banyak juga keterbatasan yang ada di sana, sehingga tidak bisa juga dijadikan satu-satunya cara yg bisa diandalkan untuk mencegah penyebaran COVID-19," tegas Teguh.

Penambahan Fitur 

Sementara itu, Kominfo belum lama ini juga berencana akan menambahkan fitur baru pada aplikasi PeduliLindungi, salah satunya e-certificate hasil dari tes swab atau rapid-test.

"Ke depan kita akan memasukan e-certificate, kalau sudah di swab atau rapid-test nanti masukan ke QR Code PeduliLindungi," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M. Ramli, dalam webinar yang disiarkan lewat saluran Youtube Kominfo belum lama ini.

Ramli memaparkan, hal ini akan memudahkan masyarkat jika ingin berpergian keluar kota atau menggunakan pesawat, dengan hanya menunjukkan sertfikat telah melakukan tes COVID-19 di dalam aplikasi.

Kendati demikian, menurut Heru SIKM tidak mudah didapatkan meski sudah berbentuk digital karena sering kali mengalami problem pada servernya. Padahal seharusnya hal ini mudah diperoleh.

"Kemudian, kalau dengan aplikasi, yang memsukkan data siapa? Berapa lama data dimasukkan. Sebab kan masa valid rapid tes atau PCR hanya beberapa hari. Kalau masuk diaplikasi peduli lindungi, kan terbatas untuk domestik. Kalau bepergian ke luar negeri bagaimana? Di Bandara masih diminta hardcopy, termasuk juga di negara tujuan juga hardcopy," terang Heru.

Sementara, Heru mengharapkan bahsa aplikasi bisa dipakai jika semua tes dilakukan secara gratis tanpa pungutan biaya, jadi hasilnya bisa dilihat di aplikasi tersebut.

"Sementara kalau berbayar, sudah pakai kocek pribadi kan inginnya hasil cepat bisa didapat dan dipakai untuk syarat bepergian. Jadi agar tidak sia-sia, semua kondisi harus diperhatikan dan dipertimbangkan lebih dulu," imbuhnya.