Media Sosial WeChat yang Terpaksa Hengkang dari China
Aplikasi WeChat (pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Media sosial WeChat terpaksa harus hengkang dari negara asalnya. Alasannya karena jejaring sosial ini dianggap menyebarkan berita bohong, ujaran kebencian dan teori-teori konspirasi dengan Amerika Serikat (AS).

Melansir South China Morning Post, Rabu 27 Mei, peristiwa ini bermula saat Cyberspace Administration of China memulai kampanye baru untuk membersihkan informasi yang salah dan teori konspirasi di internet China.

Hubungan antara China dan AS telah mencapai posisi terendah dalam beberapa bulan terakhir, ketika kedua negara berbenturan dengan perdagangan, coronavirus, dan langkah Beijing untuk memberlakukan peraturan keamanan baru di Hong Kong.

Para pakar media sosial di China beranggapan, bahs kelompok-kelompok nasionalis dan bisnis-bisnis oportunistik telah mengaitkan hubungan yang buruk itu dan mengeksploitasi media sosial untuk menyebarkan kebohongan dan mendorong pesan-pesan anti-AS di dalamnya.

"AS telah memproses mayat dari penyakit COVID-19 menjadi hamburger," ujar salah satu pengguna WeChat yang berasal dari salah satu Forum Cendekia, Zhidao Xuegong yang memiliki jutaan pengikut di platform media sosial China itu.

Menurut Xigua Data, sebuah perusahaan yang melacak lalu lintas di akun media sosial China, forum Cendekia sebagai forum yang terkenal ini telah memiliki lebih dari 1,7 juta halaman untuk 17 artikel yang diterbitkan pada Apri lalu.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan awal bulan ini berjudul "Nearly Dead: the Sinking of the US" yang ditulis oleh Mr.Cloud mengklaim bahwa COVID-19 mungkin telah membunuh satu juta orang di AS dan mayat-mayat sangat mungkin diproses menjadi daging beku atau diolah menjadi masakan.

"Kanibalisme telah ada di AS sebelumnya dan hanya beberapa lusin tahun yang lalu, orang Amerika memakan orang kulit hitam, India, dan China," lanjut penulis.

Setelah mencuat ke publik, artikel itu memiliki setidaknya 100.000 pembaca, dengan 753 memberikan uang untuk mendukung akun tersebut. Saat ini, tentu saja pemerintah China langsung menutup akun itu karena mengarang fakta, memicu xenophobia dan menyesatkan publik.

Sejatinya WeChat tak sepenuhnya hengkang dari China, super platform ini hanya akan menutup kanal-kanal media sosial yang berpotensi menyebarkan disinformasi dan hoaks bernada profokatif. WeChat sendiri sekiranya telah memblokir lebih dari tujuh akun terkait Zhidao Xuegong.

Di mana akun-akun ini dikelola secara komersial yang mencoba mengambil keuntungan dari kalangan nasionalisme China, dengan memperkeruh suasanan politik saat ini yang tengah memanas dengan AS terkait asal-usul virus corona.

Zhidao Xuegong menonjol karena menarik bagi super nasionalisme dan xenofobia dengan menerbitkan artikel seperti "Mengapa belajar bahasa Inggris membuat Anda bodoh." Di mana laman akun tersebut dikelola oleh Jiangsu Hualou Xipan Culture Media, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Shanghai Dianze Culture Development Company.

Sementara berita palsu yang disebarkan oleh Zhidao Xuegong tidak mewakili pandangan resmi Tiongkok, isinya berpotensi menyebabkan masalah diplomatik. Sebelumnya, pada Maret lalu, seorang individu bernama Xue Yumin di provinsi Fujian menerbitkan ratusan laporan palsu tentang virus corona melalui akun WeChat yang dijalankan oleh tiga perusahaan.

Kemudian tak berapa lama, WeChat langsung menutup lebih dari 50 akun terkait karena membesar-besarkan fakta dan menyesatkan orang. Tencent, yang memiliki WeChat, mengatakan telah menutup 2.500 akun dan menutup 20.000 akun lainnya untuk berita palsu sejak wabah COVID-19 dimulai.

Sementara itu, China mengaku memiliki sistem sensor paling canggih di dunia, namun informasi yang salah dan konten sensasional masih berjalan liar di internet.