China-AS Makin Panas, Trump Sebut Ada Upaya 'Pembunuhan Massal'
Photo by visuals on Unsplash

Bagikan:

NEW YORK - Tensi ketegangan antara China dan Amerika Serikat terus meningkat. Presiden Donald Trump, untuk kesekian kalinya, kembali menyerang China yang dianggap biang keladi munculnya virus corona jenis baru di muka bumi ini.

Trump --yang lebih suka beropini melalui akun Twitternya-- kembali melempar bola panas kepada China. Rabu, 20 Mei, Trump menyalahkan Beijing soal  "pembunuhan massal di seluruh dunia" terkait pandemi coronavirus.

Ilustrasi Beijing by Ling Tang on Unsplash

"Itu adalah 'ketidakmampuan China', dan tidak ada yang lain, yang melakukan pembunuhan massal di seluruh dunia ini," tulis sang presiden di akun Twitternya.

Virus ini pertama kali muncul di kota Wuhan di China pada Desember lalu. Dalam sekejab, virus ini menyebar dengan kecepatan tinggi ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah kasus positif terinfeksi virus sudah mencapai 1.532.974. Di seluruh dunia, 324.872 jiwa sudah meninggal.

Angkatan Udara AS bersiaga

Jauh dari Washington. Di atas perairan Laut China Selatan, ada peningkatan aktivitas dari Angkatan Udara Amerika Serikat. Dilansir dari South China Morning Post, AS sudah meningkatkan jalur terbang pesawat pembom B-1B Lancer di atas perairan dekat China.

Dikutip dari Airspace, AS tetap setia menggunakan B-1B Lancer meski pesawat pembom siluman terbaru Northrop Grumman B-21 Raider sedang dikembangkan. Secara teknis, pembom B-1B memiliki spesifikasi yang mumpuni untuk membawa muatan eksternal di sayap maupun di dalam bomb bay-nya yang panjang. Beragam amunisi canggih bisa diintegrasikan, termasuk penggunaan rudal hipersonik seperti telah disinggung. Kapasitas B-1B bisa menampung 24 unit persenjataan. Jumlah ini akan meningkat menjadi 40 unit persenjataan dengan menciptakan gantungan-gantungan senjata di sayap pembom buatan Rockwell International yang kini merupakan bagian dari Boeing ini.

Untuk meredakan situasi, Pasukan Udara AS berdalih pembom B-1 melakukan misi di Laut China Selatan, hanya beberapa hari setelah pelatihan dengan Angkatan Laut AS di dekat Hawaii.