Bagikan:

JAKARTA - Peristiwa lockdown ternyata, tak hanya dialami kota-kota besar di dunia selama pandemi COVID-19. Hal serupa juga dikatakan para ilmuwan, mengenai situasi Matahari yang sedang memasuki periode Lockdown

Penggunaan kata lockdown, merujuk pada penurunan aktivitas permukaan Matahari atau biasa disebut dengan periode solar minimum. Akibatnya, pancaran sinar dan energi matahari akan berkurang secara drastis yang ditandai dengan kemunculan bintik hitam di permukaan matahari.

"Hitungan Sunspot (titik matahari), ini adalah salah satu yang terdalam abad ini. Medan magnet matahari menjadi lemah, memungkinkan sinar kosmik ekstra ke tata surya," ujar Astronom Tony Philips, Senin, 18 Mei.

Dalam catatan para ilmuwan dan antariksawan, sunspots matahari saat tidak beraktivitas mengalami peningkatan sebanyak 76 persen. Kondisi ini termasuk yang cukup parah dalam catatan satu abad terakhir. 

Selama periode ini pula, terjadi peningkatan sinar kosmik yang disebabkan pembukaan lubang korona dari area gelap sunspot. Di mana matahari akan menyemburkan flare yang diiringi peningkatan coronal mass ejections dari permukaan Matahari. 

Pancaran sinar kosmik yang berlebih itu pula yang dapat mengganggu aktivitas kutub magnet, pada setiap planet di tata surya. Jumlah sinar kosmik berlebih ini juga bisa memicu petir dan gangguan siklus alam, untuk planet seperti Bumi. 

Siklus Matahari

Berdasarkan pemantauan NASA Solar Dynamics Observatory, siklus penurunan aktivitas matahari terjadi setiap 11 tahun. Hal itu memungkinkan penurunan suhu di permukaan Bumi yang cukup drastis, hingga membuat musim dingin terasa lebih dingin.

Dalam catatan Nasa, aktivitas minimum Matahari terakhir kali terjadi pada tahun 2008 dan 2010 yang bertepatan dengan puncak musim dingin. "Meskipun pancaran matahari dalam kategori minimun. Tidak akan terjadi 'zaman es mini'," jelas tim ilmuwan Jeff Knight yang tergabung dalam tim Global Climate Change NASA.

Tabel periodik Matahari (dok. NASA)

Namun lain ceritanya, jika penurunan aktivitas matahari berlangsung ekstrim. Para Ilmuwan NASA khawatir kondisi itu bisa mengulangi kembali fenomena Dalton Minimum, yang sempat terjadi pada 1790 dan 1830. 

Saat itu, bumi mengalami suhu drastis hingga musim dingin menjadi sangat lama. Akibatnya produksi pangan dunia merosot karena mengalami kegagalan panen, kondisi itu juga diperparah dengan letusan gunung berapi.

Salah satu peristiwa yang tercatat dalam sejarah ketika periode Dalton Minimun terjadi, adalah letusan Gunung Tambora di Indonesia, pada 10 April 1815. Sedikitnya 71 ribu oranng tewas, dampak lainnya juga menyebabkan pancaran sinar matahari yang terhalang abu gunung berapi dan menyebabkan 'Tahun tanpa Musim Panas'.

"Bahkan jika Grand Solar Minimum bertahan satu abad, suhu global akan terus menghangat. Karena lebih banyak faktor daripada hanya variasi dalam output matahari yang mengubah suhu global di Bumi, yang paling dominan saat ini adalah pemanasan yang berasal dari emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia," ujar NASA.