Bagikan:

JAKARTA - Sebuah laporan dari SUSE, yang berjudul “Securing the Cloud” Asia Pasifik 2024, mengungkapkan bahwa 84 persen pengambil keputusan IT di Asia Pasifik berencana memigrasi beban kerja ke cloud atau edge. 

Di Indonesia, persentase tersebut bahkan mencapai 94 persen setuju. Hal ini mencerminkan potensi signifikan untuk mengadopsi cloud di Tanah Air, karena saat ini, hanya 28,2 persen beban kerja yang berada di cloud. 

Laporan ini juga menyoroti bahwa adopsi cloud yang semakin luas justru memunculkan kekhawatiran baru terkait keamanan. Secara keseluruhan, 57 persen responden mengaku bahwa privasi dan keamanan data menjadi kekhawatiran utama, kemudian disusul kekhawatiran terkait serangan siber yang didukung AI (55 persen).

Sementara di Indonesia, kekhawatiran ini lebih menonjol dibandingkan negara-negara Asia Pasifik lainnya. Di mana sebanyak 79 persen responden menyatakan privasi dan keamanan jadi kekhawatiran utama, diikuti serangan siber yang didukung AI (72 persen) dan kerentanan dalam supply chain AI (43 persen).

Terkait dengan insiden ini, laporan SUSE juga menunjukkan bahwa wilayah Asia Pasifik sering menghadapi insiden keamanan terkait cloud dan edge. 

Sebanyak 64 persen mengonfirmasi setidaknya satu insiden serupa dalam 12 bulan terakhir, sementara 62 persen melaporkan setidaknya satu pelanggaran keamanan terkait edge pada periode yang sama. 

Indonesia secara khusus juga terkena dampak, di mana 31 persen responden melaporkan lima atau lebih insiden terkait edge yang terjadi di periode yang sama. 

Untuk mengurangi ancaman ini, para pemimpin TI Indonesia sangat bergantung pada langkah-langkah keamanan seperti solusi Cloud (CPSM, CWPP, atau CNAPP), yang diadopsi secara luas oleh 59 persen responden — lebih tinggi dari rata-rata Asia Pasifik. 

Praktik umum lainnya yang dilakukan untuk memitigasi ancaman ini menurut laporan SUSE, termasuk otomatisasi keamanan (53 persen) dan juga perlindungan DoS atau DDoS (47 persen).