Eksperimen Misinformasi yang Membingungkan dari Staf Ahli Menkominfo
Tangkapan layar postingan Henry Subiakto (Twitter @RavioPatra)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan informatika (Kemenkominfo) terus mengampanyekan untuk tidak menyebarkan informasi hoaks di media sosial. Namun apa jadinya jika staf ahli Menkominfo, Henry Subiakto justru ketahuan memposting informasi yang salah di Twitter.

Konten tersebut isinya adalah seseorang yang berduel dalam kereta dan diberi keterangan, "Ada fenomena rasis di AS. Bule benci wajah2 Asia. Ini anak Indonesia di San Diego AS diserang bule. Dia adlh Anton Karundeng, org Menado Surabaya. Si bule nggak tau klo Anton jago berantem. Video ini dpt dari FB pak Peter F Gontha."

Cuplikan video tersebut diunggah pada 31 Maret, hari ini, pada pukul 7.15 pagi. Tak butuh waktu lama, bagi Guru Besar Fisip Unair itu ditegur netizen yang berujung dengan dihapusnya postingan tersebut.

"Halo @henrysubiakto, biasakanlah memeriksa informasi sebelum dikirim di media sosial. @kemkominfo tolong ini dikasih stempel hoax ya. Bersama kita hentikan disinformasi!!," tulis aktivis Ravio Patra di akun Twitternya.

Belakangan Henry mengklaim jika postingan tersebut hanyalah bentuk eksperimen. Menurutnya konten misinformasi banyak beredar di grup-grup WhatsApp dan jejaring Facebook. 

Dijelaskan Henry, Hoaks merupakan bentuk informasi yang salah dan sengaja disebarluaskan dengan niat untuk mengelabuhi banyak orang dari fakta sebenarnya. Ia juga berpendapat lain jika tidak semua informasi yang salah bisa dikatakan hoaks.

"Tp tdk semua informasi yg salah itu hoax, itu tergantung niatnya. Apalagi jika bicara hukum, sesuatu dikatakan melanggar hukum hrs penuhi unsur2 yg ada, trmsk niat & pasal yg dilanggar," tulisnya.

Terkait postingannya yang dihapus, kata Henry hal itu juga merupakan bagian dari eksperimen. Ia mendapati jika warganet di Twitter cenderung lebih kritis dan bersemangat dengan kesalahan orang lain.

"Jika content itu mudzarot ya dihapus sj. Dan ternyata di twitter bnyk akun yg senang saat nemu kekeliruan. Ya monggo. Sy ngetwit sekaligus mengamati & merasakan. Jd mkn terbukti di medsos bnyk org bersemangat utk kritis & cenderung keras serang orang tanpa takut resiko," ungkapnya.