Bagikan:

JAKARTA - Penangkapan CEO Telegram, Pavel Durov, telah menjadi peringatan bagi para pemimpin teknologi global. Investigasi terhadap Durov dimulai oleh unit kejahatan siber kecil dalam kantor kejaksaan Paris, yang dipimpin oleh Johanna Brousse, seorang jaksa berusia 38 tahun. Penangkapan ini menandai perubahan signifikan dalam cara otoritas global menangani kepala perusahaan teknologi yang enggan mengawasi konten ilegal di platform mereka.

Durov, yang berusia 39 tahun, ditangkap pada Sabtu 24 Agustus dengan tuduhan keterlibatan dalam organisasi kejahatan, termasuk memungkinkan penyebaran gambar pelecehan seksual anak, perdagangan narkoba, dan penipuan di platform Telegram. Durov saat ini berada di bawah investigasi resmi di Prancis, namun masih bebas dengan jaminan dan dilarang meninggalkan negara tersebut.

Tim Brousse, yang terdiri dari lima jaksa, mulai menyelidiki Durov awal tahun ini setelah frustrasi dengan "hampir tidak adanya respons dari Telegram terhadap permintaan peradilan," menurut Jaksa Paris, Laure Beccuau. Meskipun penangkapan ini menunjukkan tekad unit J3 yang dipimpin Brousse, tantangan sebenarnya adalah apakah Brousse dapat memastikan adanya hukuman berdasarkan argumen hukum yang masih belum teruji.

Brousse sebelumnya pernah menangani kasus-kasus besar, termasuk Sky ECC dan Encrochat, yang digunakan oleh jaringan kriminal untuk perdagangan narkoba dan senjata. Meskipun tidak ada hubungan langsung antara investigasi Telegram dengan kasus-kasus sebelumnya, pengalaman ini memberikan keyakinan kepada para jaksa untuk menargetkan Durov.

Namun, para ahli hukum mempertanyakan apakah argumen bahwa Durov bertanggung jawab atas kejahatan di platformnya cukup kuat untuk dibuktikan di pengadilan. "Fakta bahwa Telegram tidak mematuhi permintaan penegakan hukum tidak secara otomatis menjadikan seseorang sebagai kaki tangan dalam proyek kriminal," kata Robin Binsard, pengacara yang telah menangani kasus Encrochat di pengadilan tertinggi Prancis.

Penangkapan Durov menjadi simbol penting dalam upaya Prancis untuk menegakkan regulasi terhadap penyedia layanan pesan terenkripsi, dan mungkin akan menjadi preseden bagi operator aplikasi serupa lainnya di masa depan.