Bagikan:

JAKARTA  - Pavel Durov, pendiri aplikasi pesan Telegram yang lahir di Rusia, ditangkap di Prancis sebagai bagian dari penyelidikan yudisial yang sedang berlangsung. Menurut Presiden Prancis Emmanuel Macron pada  Senin, 26 Agustus, tidak ada motif politik di balik penangkapan ini.

Pernyataan Macron di platform media sosial X menjadi konfirmasi resmi pertama tentang penangkapan Durov, hampir dua hari setelah ia ditahan di bandara Le Bourget di luar Paris setelah mendarat dengan jet pribadi dari Azerbaijan.

Kurangnya konfirmasi resmi telah memicu spekulasi tentang alasan penahanannya. Macron mengatakan bahwa dia telah membaca "informasi yang salah terkait Prancis sehubungan dengan penangkapan Pavel Durov," menambahkan bahwa Prancis sangat berkomitmen pada kebebasan berbicara.

"Penangkapan presiden Telegram di wilayah Prancis dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan yudisial yang sedang berlangsung," tulis Macron. "Ini sama sekali bukan keputusan politik. Terserah pada para hakim untuk memutuskan."

Seorang juru bicara kepolisian mengatakan  bahwa Durov sedang diselidiki oleh kantor kejahatan siber dan penipuan nasional karena gagal bekerja sama terkait kejahatan siber dan keuangan di Telegram, aplikasi pesan dan media sosial populer yang mirip dengan WhatsApp. "Dia masih dalam tahanan," kata juru bicara itu.

Penangkapan Durov memicu kritik dari pemilik X, Elon Musk, yang mengatakan bahwa kebebasan berbicara di Eropa sedang diserang, serta seruan dari Moskow agar pihak berwenang Prancis memberikan hak-hak Durov.

Ketegangan antara Prancis dan Rusia telah meningkat selama berbulan-bulan, di mana pihak berwenang Prancis menuduh Rusia mencoba mengacaukan negara tersebut menjelang Olimpiade Paris sebagai tanggapan terhadap sikap Prancis yang lebih keras terkait perang di Ukraina - tuduhan yang dibantah Rusia.

Durov, seorang miliarder berusia 39 tahun yang disebut sebagai "Mark Zuckerberg dari Rusia" memiliki kewarganegaraan ganda Prancis dan Uni Emirat Arab. Menurut perkiraan Forbes, Durov memiliki kekayaan sebesar  15,5 miliar dolar AS. Pada bulan April, Durov mengatakan beberapa pemerintah telah mencoba menekannya, tetapi aplikasi tersebut harus tetap menjadi platform netral dan tidak menjadi "pemain dalam geopolitik."

Telegram tidak memberikan rincian mengenai penangkapan tersebut, namun mengatakan bahwa perusahaan yang berbasis di Dubai tersebut mematuhi hukum Uni Eropa dan moderasinya "sesuai dengan standar industri dan terus meningkat."

"CEO Telegram, Pavel Durov, tidak memiliki hal yang perlu disembunyikan dan sering bepergian ke Eropa," kata Telegram dalam sebuah pernyataan. "Adalah hal yang absurd untuk mengklaim bahwa platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut."

Ketika ditanya tentang penangkapan ini, Kremlin pada  Senin mengatakan bahwa pihaknya belum melihat tuduhan resmi dari pihak Prancis terhadap Durov.

"Kami belum tahu apa sebenarnya tuduhan terhadap Durov," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam konferensi pers. "Dengan apa tepatnya mereka mencoba mengkriminalisasi Durov? Tanpa mengetahui hal itu, mungkin tidak tepat untuk membuat pernyataan apa pun," tambah Peskov.

Kedutaan Besar Rusia di Paris mengatakan di platform X bahwa pihak berwenang Prancis telah menolak permintaan mereka untuk akses konsuler, namun menyatakan bahwa mereka sedang berkomunikasi dengan pengacara Durov. Kedutaan tidak menanggapi permintaan komentar lebih lanjut.

WARGA NEGARA PRANCIS

Telegram didirikan oleh Durov, yang meninggalkan Rusia pada tahun 2014 setelah menolak memenuhi tuntutan untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosialnya, VK, yang kemudian ia jual.

Aplikasi terenkripsi ini, yang memiliki hampir 1 miliar pengguna, sangat berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet. Durov, yang lahir di Leningrad, Soviet, dan lulus dari Universitas Negeri St. Petersburg, mengidentifikasi pandangan politiknya sebagai "libertarian."

Dia mendapatkan paspor Prancis pada tahun 2021 melalui prosedur khusus untuk tokoh asing terkemuka yang membebaskan mereka dari persyaratan hukum biasanya, termasuk tinggal di negara tersebut selama setidaknya lima tahun.

Kementerian Luar Negeri Prancis, yang bertanggung jawab atas prosedur ini, tidak segera menanggapi permintaan komentar dari media. Kantor kepresidenan Elysee juga menolak berkomentar, menyerahkan tanggapan kepada kementerian luar negeri.

Menurut hukum Prancis, setiap orang asing dapat diberikan kewarganegaraan di bawah aturan khusus asalkan dia berbicara bahasa Prancis dan "berkontribusi melalui karyanya yang luar biasa terhadap pengaruh Prancis dan kemakmuran hubungan ekonomi internasionalnya."

Durov tidak pernah tinggal di Prancis dan tidak jelas apa hubungan khususnya dengan negara tersebut. Pada 10 Juni, Durov memposting di saluran Telegramnya: "Sebagai warga negara Prancis, saya setuju bahwa Prancis adalah tujuan liburan terbaik."

Prosedur naturalisasinya tergolong langka, dengan hanya 10-20 kasus yang diproses setiap tahun dan masing-masing membutuhkan dukungan politik tingkat tinggi, menurut laporan media lokal.

Evan Spiegel, pendiri Snap, pembuat aplikasi Snapchat, menerima kewarganegaraan Prancis pada tahun 2018 melalui program yang sama, menurut laporan media lokal pada saat itu. Snap tidak menanggapi permintaan komentar. Media negara Rusia melaporkan bahwa Durov juga memiliki kewarganegaraan Rusia dan St Kitts dan Nevis.