JAKARTA - Otoritas Kazakhstan mengambil langkah tegas dalam memberantas aktivitas kripto ilegal dengan memblokir transaksi senilai 75,4 juta dolar AS (sekitar Rp1,15 triliun). Badan Pemantauan Keuangan Republik Kazakhstan (AFM) mengumumkan langkah ini melalui platform Telegram, menegaskan komitmen negara tersebut dalam menjaga integritas pasar keuangan digitalnya di tengah meningkatnya ancaman kejahatan siber.
AFM mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi 18 kasus kejahatan yang berkaitan dengan transaksi dan penambangan kripto ilegal sepanjang tahun 2024. Dari kasus-kasus ini, enam pelaku telah menerima hukuman dari pengadilan atas tuduhan "pembelian dan penjualan aset kripto secara ilegal," dengan total aset senilai 2,51 juta dolar AS (sekitar Rp38,3 miliar) yang berhasil disita.
Salah satu kasus yang mencuat melibatkan seorang warga negara Rusia yang diadili karena menjalankan bursa kripto ilegal di Kazakhstan antara tahun 2020 hingga 2022. Pria tersebut dijatuhi hukuman penjara dua tahun, sementara properti senilai lebih dari 121.600 dolar AS (sekitar Rp1,85 miliar) yang diperoleh dari aktivitas kriminalnya turut disita.
Kazakhstan, yang kini dikenal sebagai salah satu pusat penambangan kripto terbesar di dunia, menerapkan regulasi ketat terhadap aktivitas kripto di wilayahnya. Bursa kripto yang beroperasi di Kazakhstan diwajibkan memiliki izin resmi dan hanya dapat beroperasi dari Pusat Keuangan Internasional Astana (AIFC). Selain itu, penambang kripto harus menyelesaikan protokol perizinan sebelum mereka diizinkan menghubungkan rig mereka ke jaringan listrik.
BACA JUGA:
AFM menekankan bahwa kemajuan teknologi digital dan informatika telah mendorong peningkatan kejahatan di sektor ini. Untuk menanggulangi masalah ini, AFM telah membentuk unit khusus yang dilengkapi dengan kemampuan memantau jaringan blockchain guna mengidentifikasi dan melawan aktivitas kriminal di sektor teknologi informasi.
Selain memblokir transaksi ilegal, AFM juga mengungkap skema piramida kripto yang merugikan sekitar 2.500 warga negara Kazakhstan. Dalam kasus ini, otoritas berhasil memulihkan lebih dari setengah juta dolar AS (sekitar Rp7,6 miliar) yang dicuri dalam skema bernama Eolus. Dana ini sebelumnya dialokasikan untuk proyek-proyek pemerintah seperti pemeliharaan sistem informasi dan digitalisasi pengaduan, namun disalahgunakan oleh pelaku kejahatan.
Langkah-langkah tegas ini menunjukkan upaya Kazakhstan untuk memastikan bahwa industri kripto berkembang dalam batasan hukum yang ketat. Dengan pengawasan yang semakin diperketat dan penegakan hukum yang kuat, Kazakhstan berupaya melindungi warganya dari potensi ancaman yang ditimbulkan oleh aktivitas kripto ilegal.
Dalam beberapa tahun terakhir, negara ini telah menjadi salah satu pemain utama dalam industri kripto global, terutama dalam hal penambangan kripto, berkat biaya listrik yang rendah dan kebijakan pemerintah yang mendukung. Namun, meningkatnya aktivitas ilegal memaksa pemerintah untuk memperketat regulasi dan meningkatkan pengawasan guna memastikan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.