Bagikan:

JAKARTA - Tim ilmuwan di Monash University Australia, berhasil menciptakan model embrio manusia buatan dari sel kulit. Terobosan revolusioner ini memungkinkan peneliti untuk mempelajari tahap awal perkembangan manusia. 

Dilansir dari Sputnik News. Jumat, 19 Maret, Jim Carrol, selaku kepala Monash Biomedicine Discovery Institute, mengatakan bahwa temuan tersebut merupakan hasil dari eksperimen yang dilakukan selama bertahun-tahun. Para ilmuwan pertama kali mengambil sel-sel kulit kemudian memprogram ulang dalam struktur 3D yang hasilnya sangat mirip embrio manusia.

Para ilmuwan menyebut embrio manusia buatan itu dengan nama iBlastoids. Meskipun iBlastoid sangat mirip, namum sebenarnya memiliki perbedaan yang signifikan sehingga mereka tidak berubah menjadi foetus atau bayi.  

“Ini akan menjadi berita besar dari seluruh penelitian yang ada di dunia, ada banyak yang tertarik melakukan terobosan ini,” ujar John Carroll.

Manusia Buatan Menimbulkan Kontroversi

Karena kemiripan mereka dengan embrio manusia, iBlastoid bisa digunakan untuk menjadi model perkembangan embrio berusia dua minggu. Hal ini diklaim mampu memecahkan sejumlah masalah seperti penyakit genetika dan infertilitas. Namun, temuan ini juga menimbulkan pertanyaan lain yang lebih mendalam, yaitu etika.

“Saya yakin itu membuat siapa pun, secara moral, menjadi gugup ketika orang mulai menciptakan struktur yang mirip dengan manusia awal dalam cawan petri. Tapi mereka belum benar-benar di sana, jadi itu bagus. Tetapi semakin mereka menekan amplop (envelope), semakin orang-orang merasa gugup, saya pikir orang-orang akan mengira bahwa mereka mencoba menciptakan manusia dalam tabung uji,” kata Dr. Daniel Sulmasy, ahli bioetika dari Georgetown University.

Sedangkan menurut Insoo Hyun, ahli bieotika dari Case Western Reserve University dan Harvard University, mengatakan undang-undang baru diperlukan guna memandu para ilmuwan selama penelitian.

Saat ini, undang-undang melarang studi embrio manusia di luar 14 hari. Jose Polo, peneliti utama dalam riset ini percaya bahwa diskusi terkait hal ini harus diadakan mengingat iBlastoid bukan embrio manusia nyata.

Meskipun demikian, embrio manusia buatan ini menimbulkan pertentangan di kalangan para ilmuwan sendiri.

“Kita bisa terus menumbuhkan manusia semacam ini dalam tabung uji dan bahkan tidak mempertimbangkan fakta bahwa mereka begitu dekat dengan manusia, kan?,” ujar Kirstin Matthews anggota Kebijakan Sains dan Teknologi dari Universitas Rice. “Saya rasa saya terlalu sering menonton film sci-fi, karena hal itu benar-benar mengganggu.”