Bagikan:

JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan akan membuat Dewan Media Sosial (DMS), yang bertujuan untuk mengawasi konten-konten di platform media sosial.

Menanggapi rencana tersebut, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menilai bahwa pembahasan seputar DMS ini harus dilakukan secara berhati-hati. Mereka juga menjelaskan beberapa kekhawatiran terhadap rencana pembentukan DMS.

Menurut SafeNet, rencana pembentukkan DMS setelah revisi kedua UU ITE ini dinilai sudah kehilangan konteks. Karena saat usulan awal sebelum revisi kedua UU ITE, SAFEnet mengusulkan DMS sebagai lembaga independen baru yang berisi berbagai pemangku kepentingan dan berfungsi menggantikan peran Kominfo dalam melakukan moderasi konten. 

Dengan demikian, SafeNet menilai hal tersebut justru memenggal substansi dari usulan awal sehingga wewenang moderasi konten sepenuhnya berada di tangan Kominfo sebagai representasi negara.

Selanjutnya, mereka juga menyebutkan bahwa DMS harus independen, terbebas dari pengaruh pemerintah maupun perusahaan media sosial. Menurutnya, kontrol Kominfo atas DMS akan menimbulkan penyensoran dan memperparah kerusakan demokrasi dan kebebasan sipil di ruang digital. 

"Di bawah Kominfo, terdapat potensi konflik kepentingan yang sangat besar, sehingga DMS dapat dimanfaatkan sebagai alat represi digital yang baru," kata SAFEnet dalam pernyataan resminya.

Terakhir, hal yang paling mengkhawatirkan adalah Kominfo memaknai DMS sebagai pengawas konten-konten di media sosial. SAFEnet menilai, praktik pengawasan tidak dapat dibenarkan karena dapat memicu swasensor oleh perusahaan maupun pengguna media sosial. 

Berdasarkan pertimbangan di atas, SAFEnet mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk:

  1. Meninjau ulang rencana pembentukan dewan media sosial yang berkedudukan di bawah badan eksekutif,
  2. Melibatkan organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang hak asasi manusia dalam proses perencanaan dewan media sosial.