JAKARTA - Pakar keamanan siber internasional telah menunda pemungutan suara tentang label keamanan siber UE yang memungkinkan Amazon, Google milik Alphabet, dan Microsoft untuk mengajukan penawaran untuk kontrak komputasi awan UE yang sangat sensitif hingga bulan Mei. Hal ini dilaporkan beberapa sumber pada Selasa, 16 April.
Uni Eropa ingin memperkenalkan skema sertifikasi keamanan siber (EUCS) untuk memberi jaminan tentang keamanan siber layanan cloud dan membantu pemerintah dan perusahaan memilih vendor yang aman dan terpercaya untuk bisnis komputasi awan mereka.
Namun, perselisihan mengenai apakah persyaratan ketat harus diberlakukan pada Big Tech agar memenuhi syarat untuk level tertinggi label keamanan siber UE telah menghambat upaya tersebut.
Para ahli yang bertemu pada Senin dan Selasa di Brussels, tidak memberikan suara pada draf terbaru skema yang diusulkan oleh agensi keamanan siber UE, ENISA, pada tahun 2020 dan dimodifikasi oleh Belgia yang saat ini memegang kepresidenan UE.
BACA JUGA:
Setelah pemungutan suara para ahli, langkah berikutnya adalah pendapat dari negara-negara UE dan keputusan akhir dari Komisi Eropa.
Versi terbaru menghapus persyaratan kedaulatan dari proposal sebelumnya, yang mewajibkan raksasa teknologi AS untuk membentuk usaha patungan atau bekerja sama dengan perusahaan berbasis UE untuk menyimpan dan memproses data pelanggan di blok tersebut agar memenuhi syarat untuk level tertinggi label keamanan siber UE.
Sementara Big Tech menyambut baik penghapusan persyaratan tersebut, vendor cloud UE dan bisnis seperti Deutsche Telekom, Orange, dan Airbus mengkritik langkah tersebut, dan memperingatkan tentang risiko akses data yang melanggar hukum oleh pemerintah non-UE berdasarkan hukum mereka.