Bagikan:

JAKARTA - Sebuah studi yang dirilis oleh Uni Eropa pada Rabu 14 Februari, mengungkapkan bahwa empat dari lima influencer di media sosial gagal mengungkapkan bahwa konten komersial yang mereka unggah adalah iklan, sesuai dengan yang diperlukan dalam hukum UE.

Penyaringan terhadap 576 influencer menunjukkan bahwa hampir semua dari mereka (97%) memposting konten komersial, namun hanya 20% yang secara sistematis menunjukkan bahwa itu adalah iklan, demikian pernyataan dari Komisi Eropa.

"Praktik pemasaran yang bermasalah menggambarkan pentingnya memiliki legislasi modern yang kokoh yang cukup untuk memastikan keadilan digital bagi konsumen secara online," ujar Komisi tersebut.

Eksekutif UE - yang memimpin studi tersebut bersama dengan otoritas perlindungan konsumen nasional dari 22 negara anggota UE ditambah Norwegia dan Islandia - memeriksa posting di media sosial termasuk Instagram, TikTok, YouTube, Facebook, X (dulu Twitter), Snapchat, dan Twitch.

Menurut Komisi UE, tujuannya adalah untuk memverifikasi apakah influencer mematuhi hukum konsumen UE. Mereka tidak menyebutkan nama-nama influencer, tetapi mengatakan bahwa 358 dari mereka ditunjuk untuk penyelidikan lebih lanjut.

Otoritas nasional akan menghubungi mereka untuk meminta mereka mengikuti aturan yang berlaku dan tindakan penegakan hukum lebih lanjut dapat diambil jika diperlukan.

Posting tersebut terutama tentang fashion, gaya hidup, kecantikan, makanan, perjalanan, dan kebugaran. Studi ini menemukan bahwa 119 influencer mempromosikan kegiatan yang tidak sehat atau berbahaya, seperti makanan junk food, minuman beralkohol, perawatan medis atau estetika, perjudian, atau layanan keuangan seperti perdagangan kripto.

Hasil survei tersebut akan dimasukkan ke dalam pemeriksaan kepatuhan keadilan digital terhadap hukum konsumen UE - yang diluncurkan pada musim semi 2022 oleh Komisi Eropa - yang akan menilai apakah hukum UE yang berlaku sudah cukup untuk memastikan tingkat perlindungan konsumen yang tinggi.