Bagikan:

JAKARTA – Konsultan komunikasi Vero dan analis data YouGov merilis studi mengenai pengaruh influencer digital di Indonesia. Dari hasil studi yang dibagikan, influencer sangat memengaruhi perilaku konsumen.

Disampaikan oleh General Manager YouGov, Edward Hutasoit, 94 persen dari 2.000 responden yang mewakili online population di Indonesia merasa terpengaruh dengan konten influencer. Mereka akan melihat konten dari influencer sebelum membeli sesuatu.

Ketika didalami, lebih dari 50 persen responden mengatakan bahwa mereka terikat dengan influencer untuk mempelajari hal baru atau untuk mendapatkan informasi, sedangkan sisanya ingin terinspirasi, merasa terhubung, atau sekadar ingin mendapatkan hiburan.

"Semua (kalangan) terpengaruh," kata Edward. "Mereka mengatakan mau mendapatkan tips dari ahli. Jadi, mereka (para pengguna media sosial) juga melihat influencer sebagai ahli di sini. Mereka juga mau belajar dari orang lain."

Ada alasan mengapa influencer sangat memengaruhi tren dan keputusan konsumen. Selain karena era digitalisasi yang semakin menguat, cara konsumen dalam mengambil keputusan juga berbeda. Mereka kini suka memilah informasi dari influencer.

Ujang Sumarwan, selaku profesor yang mengamati kebiasaan konsumen, mengatakan bahwa konsumen akan mengalami dua fase saat ingin mengambil keputusan. Pertama adalah proses pengenalan kebutuhan, sedangkan yang kedua adalah proses pencarian informasi.

"Jadi, dia memastikan (bahwa) dia mendapatkan informasi. Nah, di era sosial media ini, ternyata informasi itu bukan hanya monopoli satu pihak, tapi sekarang content creator providing information. Kemudian, dia searching information untuk alternatif evaluation," jelas Ujang.

Pergeseran perilaku konsumen ini memang digerakkan oleh influencer secara tidak langsung dan perusahaan perlu memanfaatkan hal tersebut. Pasalnya, banyak masyarakat yang suka mengakses media sosial dan platform sering dijadikan tempat untuk mencari informasi.

Agung Karmalogy, salah satu influencer yang turut hadir dalam perilisan hasil studi Vero dan YouGov, mengatakan bahwa campaign dengan influencer bukan lagi pilihan bagi perusahaan, tetapi sebuah keharusan karena media sosial dikendalikan oleh influencer.

Sebelum produk atau jasa dari sebuah perusahaan mendapatkan review dari influencer, perusahaan harus bergerak mencari influencer terlebih dahulu. Hal ini diperlukan agar perusahaan tidak mendapatkan review yang tidak diinginkan dan memengaruhi opini publik.

"Jangan sampai kita ketinggalan langkah (dan) produk bisnis kita di-review sama orang lain. Itu di luar kontrol kita untuk mendapatkan track review positif atau negatif. Jadi, sebelum terjadi opini publik yang tidak sesuai dengan track yang diinginkan, kita perlu drive opini lewat influencer," kata Agung.

Sementara itu, meski tidak dijelaskan dalam studi, pengaruh influencer terhadap masyarakat dirasakan di seluruh media sosial. Namun, ketika ditanya platform yang paling banyak menjadi perantara influencer, Edward menjawab WhatsApp.

"Jadi, kalau kita lihat sosial media mana yang mereka pakai, nomor satu itu WhatsApp (karena) kita semua pakai WhatsApp. Terus nomor dua itu Instagram, TikTok. Jadi, nanti tergantung kita melihat set umurnya," kata Edward kepada VOI.

Namun, lebih detailnya lagi, mayoritas pengguna di usia yang lebih muda menggunakan Instagram dan TikTok untuk mencari review dari influencer. Berbeda dengan pengguna yang lebih tua, mereka lebih suka menggunakan Facebook atau Instagram.