Bagikan:

JAKARTA - Terraform Labs (TFL), perusahaan asal Singapura yang mengembangkan stablecoin TerraUSD (UST) dan token Terra Luna (LUNA), mengajukan perlindungan kebangkrutan di Amerika Serikat setelah keduanya runtuh pada tahun 2022. Menurut dokumen yang diajukan pada 21 Januari di pengadilan kebangkrutan Delaware, TFL memiliki aset dan kewajiban antara 100 juta dolar AS (Rp1,56 triliun) hingga 500 juta dolar AS (Rp7,81 triliun).

Dalam pengajuan tersebut, TFL juga menyebutkan bahwa ada sekitar 100 hingga 199 kreditur yang terlibat dalam kasus ini. Langkah ini diambil TFL hanya beberapa hari setelah persidangan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat melawan salah satu pendirinya, Do Kwon, ditunda oleh hakim federal. Kwon didakwa melakukan penipuan kripto senilai 40 miliar dolar AS (Rp624 triliun), seperti yang dilaporkan oleh Reuters.

Do Kwon Diburu AS dan Korea Selatan

Kwon menjadi buronan pihak berwenang AS dan Korea Selatan setelah kejatuhan ekosistem Terra/Luna, yang menyebabkan kerugian miliaran dolar bagi investor kripto dan memicu krisis di sektor aset digital pada tahun 2022.

Kwon saat ini ditahan di Montenegro karena tertangkap menggunakan paspor palsu dan dijadwalkan untuk diekstradisi ke AS pada pertengahan Maret mendatang untuk menghadapi tuduhan penipuan.

CEO TFL, Chris Amani, mengeluarkan pernyataan resmi terkait pengajuan kebangkrutan tersebut:

"Komunitas dan ekosistem Terra telah menunjukkan ketahanan luar biasa di tengah cobaan, dan tindakan ini diperlukan untuk memungkinkan kami terus bekerja menuju tujuan bersama sambil menyelesaikan tantangan hukum yang masih belum terselesaikan.

"Kami telah mengatasi tantangan besar sebelumnya dan, meskipun peluang kecil, ekosistem bertahan dan bahkan tumbuh dalam cara baru setelah depresiasi," katanya, sambil menambahkan, "Kami berharap untuk penyelesaian yang sukses dari proses hukum yang masih berlangsung."

Perubahan Nama dan Harga

Dokumen pengadilan menunjukkan bahwa Kwon memiliki 92% saham TFL, sementara sisanya dimiliki oleh pengusaha Korea Selatan, Daniel Shin. Terra yang asli (LUNA) kemudian diubah namanya menjadi Terra Classic (LUNC), dan rantai baru dibuat dengan menggunakan nama Terra (LUNA).

Token LUNA turun 6% dalam beberapa jam terakhir menjadi $0,623 (Rp9.730) pada saat penulisan. Harga sempat melonjak setelah rebranding pada akhir Mei 2022, tetapi telah merosot 97% sejak puncak tersebut.

Token LUNC lama juga mengalami penurunan sekitar jumlah yang sama pada hari itu, turun 5,5% menjadi $0,000105 (Rp1,64) pada saat penulisan. TerraClassicUST, stablecoin yang sebelumnya bernilai sama dengan dolar AS, juga tak berharga, setelah ambruk menjadi 0,025 dolar AS (Rp390).

Runtuhnya TerraUSD dan Luna pada tahun 2022 merupakan salah satu peristiwa terbesar dalam sejarah kripto, yang menghapus sekitar $40 miliar (Rp624 triliun) dari pasar dan menciptakan efek domino yang menghancurkan banyak proyek dan platform aset digital lainnya.

Salah satu korban terbesar adalah Anchor Protocol, platform pinjaman dan tabungan berbasis Terra, yang kehilangan lebih dari 90% nilai pasar dalam sehari. Anchor Protocol juga menghadapi gugatan hukum dari para penggunanya yang mengklaim bahwa platform tersebut gagal memberikan bunga tetap 20% per tahun seperti yang dijanjikan.

Selain itu, banyak bursa kripto terkemuka seperti Binance, Coinbase, dan Kraken juga mengalami gangguan dan kerugian akibat runtuhnya TerraUSD dan Luna. Binance, misalnya, mengumumkan bahwa mereka akan mengganti kerugian para pelanggan yang terkena dampak kejadian tersebut sebesar 10 juta dolar AS (Rp156 miliar).