JAKARTA – USDC, stablecoin yang diterbitkan oleh Circle, mengalami pertumbuhan signifikan. Laporan Ekonomi USDC 2024 mengungkapkan perluasan penggunaan USDC, terutama di kawasan Asia-Pasifik, yang kini menerima 29% dari nilai mata uang digital global, melebihi Amerika Utara dengan 19% dan Eropa Barat sebesar 22%.
Pada tahun 2022, sekitar $130 miliar USDC, atau sekitar Rp2.025 triliun (Rp15.585.000 per dolar AS), telah mengalir ke kawasan Asia, menandai pentingnya mata uang digital dalam transfer remitansi.
Hal ini sangat berdampak pada pasar negara berkembang seperti Filipina, yang memiliki diaspora besar. Kolaborasi antara Circle dan Coins.ph, bursa berbasis di Filipina, bertujuan untuk memanfaatkan pasar remitansi yang bernilai hingga $36 miliar, atau sekitar Rp561 triliun (Rp15.585.000 per dolar AS), setiap tahunnya.
BACA JUGA:
Melansir Coincu, kesenjangan pembiayaan perdagangan di Asia, yang diperkirakan oleh Bank Pembangunan Asia (The Asian Development Bank) mencapai $510 miliar, atau sekitar Rp7.948 triliun (Rp15.585.000 per dolar AS). Ini menjadi tantangan utama bagi usaha kecil dan menengah (UKM) di wilayah tersebut.
USDC, sebagai aset kripto jenis stablecoin yang nilainya dipatok ke nilai dolar AS, menawarkan akses ke dolar dengan cara yang lebih mudah, cepat, dan efisien untuk transaksi di internet. Ditambah lagi dengna nilainya yang stabil tidak seperti aset kripto lain. Keunggulan ini berpotensi mengatasi kesenjangan keuangan ini.
Sejak diluncurkan pada tahun 2018, USDC telah menyelesaikan transaksi blockchain senilai sekitar $12 triliun, atau sekitar Rp186.780 triliun (Rp15.585.000 per dolar AS). Adopsi luas mata uang digital ini telah mendorong pengembangan aplikasi baru, memperkuat ekosistem seputar USDC, dan menyederhanakan proses akuisisi, transfer, dan penyimpanan mata uang digital.