JAKARTA - Ripple Labs, perusahaan pembayaran terdesentralisasi yang menggunakan token XRP, mendapat harapan baru untuk memenangkan gugatan yang diajukan oleh regulator, Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC).
Chief Legal Officer (CLO) Ripple, Stuart Alderoty, memberikan petunjuk bahwa Ripple memiliki peluang besar untuk memenangkan kasus ini jika dibawa ke Mahkamah Agung AS. Hal ini mengikuti serangkaian putusan yang menguntungkan Ripple dalam persidangan yang berlangsung sejak akhir tahun lalu.
SEC menggugat Ripple pada Desember 2020, dengan tuduhan bahwa Ripple menjual XRP sebagai penawaran sekuritas yang tidak terdaftar senilai lebih dari 1,3 miliar dolar AS atau setara Rp20,1 triliun. SEC juga menuduh dua eksekutif Ripple, Brad Garlinghouse dan Chris Larsen, membantu dan bersekongkol dalam pelanggaran tersebut. Ripple membantah tuduhan SEC dan mengklaim bahwa XRP bukanlah sekuritas, melainkan aset digital yang digunakan sebagai alat pembayaran lintas batas alias cross-border payment.
Kasus ini menjadi penting bagi industri kripto, karena menentukan status hukum XRP dan berpotensi mempengaruhi status hukum aset kripto lainnya. Jika Ripple dinyatakan bersalah, maka XRP akan dianggap sebagai sekuritas dan harus tunduk pada peraturan yang lebih ketat. Ini juga akan berdampak pada likuiditas dan nilai pasar XRP, yang saat ini merupakan kripto terbesar kelima di dunia dengan kapitalisasi pasar sekitar 32 miliar dolar AS (Rp497,2 triliun).
Di sisi lain, Ripple mendapat dukungan dari beberapa pihak, termasuk mantan pejabat SEC, anggota Kongres AS, dan komunitas kripto. Ripple juga mendapat beberapa kemenangan dalam persidangan, seperti mendapatkan akses ke dokumen internal SEC yang relevan dengan kasus ini, dan menolak permintaan SEC untuk mengungkap data keuangan pribadi para eksekutif Ripple.
Selain itu, Ripple juga mendapat putusan sebagian dari Hakim Federal Analisa Torres, yang membedakan antara penjualan langsung Ripple kepada lembaga keuangan dan jenis penjualan XRP lainnya.
Putusan Hakim Torres menyatakan bahwa penjualan XRP di pasar sekunder dan penjualan terprogram Ripple tidak dapat diklasifikasikan sebagai penjualan sekuritas. Putusan ini sempat mempengaruhi harga XRP, yang naik hingga Rp11.000-an per koin sebelum turun kembali.
BACA JUGA:
Dalam unggahan media sosial baru-baru ini, Stuart Alderoty menyiratkan bahwa Ripple memiliki peluang besar untuk menang jika kasus ini dibawa ke Mahkamah Agung AS. Ia mengacu pada pola putusan Mahkamah Agung yang cenderung melawan SEC dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini menunjukkan bahwa Ripple memiliki argumen hukum yang kuat untuk membela posisinya. Pernyataan ini juga sejalan dengan pernyataan publik Garlinghouse, yang menyatakan kesiapannya untuk meningkatkan pertarungan hukum ke Mahkamah Agung, sebagaimana diungkapkannya dalam wawancara pada DC Fintech Week 2023.
Sementara itu, Ripple terus aktif di pasar kripto, meskipun menghadapi gugatan dari SEC. Baru-baru ini, Whale Alert melaporkan transaksi besar yang melibatkan transfer 18,5 juta XRP ke Bitso, bursa kripto terbesar di Meksiko.
Transaksi ini berasal dari dompet yang terkait dengan Ripple, menunjukkan hubungan erat antara kedua entitas tersebut. Ripple telah berinvestasi di Bitso sejak tahun 2019, dan menjadikan Bitso sebagai platform utama untuk layanan pembayaran Ripple, yang sebelumnya dikenal sebagai On-Demand Liquidity (ODL).
Transaksi ini, yang dilacak oleh platform analitik Bithomp XRP, menandakan keterlibatan aktif Ripple di pasar kripto, meskipun terus berlanjutnya pertempuran hukum dengan SEC. Ini menyoroti komitmen Ripple terhadap mitra-mitra dan perannya dalam ekosistem kripto secara lebih luas.