JAKARTA - Belum lama ini, jagat dunia maya kembali dihebohkan dengan isu kebocoran lebih dari 252 juta daftar pemilih tetap (DPT) dari situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Data itu memuat informasi dari 252 juta orang yang meliputi NIK, NKK, nomor KTP, TPS, e-KTP, jenis kelamin, dan tanggal lahir. Data-data itu juga termasuk dari konsulat jenderal Republik Indonesia, kedutaan besar Republik Indonesia, dan konsulat Republik Indonesia.
Mengenai isu tersebut, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengatakan bahwa saat ini Kementerian Kominfo tengah menelusuri dan menunggu keterangan resmi yang lebih detail dari KPU dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
"Kita sedang menelusuri dan menunggu informasi dari KPU dan BSSN. Untuk lebih detail bisa tanyakan ke KPU mengenai data breaching atau pencurian data yang terjadi itu disebabkan oleh sistem internal atau memang ada hal-hal yang lain," kata Nezar kepada media ketika VOI bertanya tentang kelanjutan isu kebocoran data ini pada konferensi pers Kerjasama Pengembangan Large Language Model (LLM) Bahasa Indonesia Antara GLAIR.ai, Datasaur.ai, BRIN, KORIKA, dan AISG pada Kamis, 30 November di Jakarta.
Meskipun demikian, Nezar menegaskan bahwa Kominfo masih terus berkoordinasi dengan KPU dan BSSN, "Dan bahkan dengan Kapolri untuk menelusuri persoalan ini," tandasnya.
Sebelumnya, Pratama Persadha selaku Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC) mengaku telah melakukan verifikasi data sampel melalui website cekdpt, dan data yang dikeluarkan oleh website cekdpt sama dengan data sampel yang dibagikan oleh peretas Jimbo, termasuk nomor TPS dimana pemilih terdaftar.
BACA JUGA:
Meskipun sang hacker Jimbo menyampaikan bahwa dia memiliki 252 juta data pemilih Indonesia, namun setelah dilakukan penyaringan, terdapat 204.807.203 data unik di mana jumlah ini hampir sama dengan jumlah pemilih dalam DPT KPU yang berjumlah 204.807.222 pemilih.
Pratama memprediksi bahwa kemungkinan besar Jimbo berhasil mendapatkan akses login dengan role Admin KPU dari domain sidalih.kpu.go.id menggunakan metode phising, social engineering atau melalui malware.
Jika prediksinya benar, Pratama menyatakan bahwa hal ini bisa sangat berbahaya pada pesta demokrasi pemilu yang akan segera dilangsungkan karena bisa saja akun dengan role admin tersebut dapat dipergunakan untuk mengubah hasil rekapitulasi penghitungan suara.