Ditanya Komisi I DPR Soal Kebocoran Data KPU, Menkominfo: Motif Ekonomi, Pelaku Jual Data
Rapat Menkominfo Budi Arie bersama Komisi I DPR. Foto: Nailin In Saroh/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi I DPR RI mempertanyakan soal kebocoran data Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi saat rapat kerja hari ini. Budi menyebut, kebocoran data tersebut dilatarbelakangi motif ekonomi.

Budi mulanya menyebut data-data yang bocor itu merupakan daftar pemilih tetap (DPT) pemilu.

"Memang dari pagi saya sudah dapat pertanyaan dari media soal kebocoran data di KPU, tapi kita sudah selidiki Pak Dirjen bahwa ini data DPT sebenarnya. Nah kalau data DPT semua dapat, semua peserta Pemilu pasti dapat DPT kan dan itu sesuai dengan Undang-Undang. Partai peserta Pemilu itu pasti dikasih DPT, Caleg juga pasti pegang DPT, dapil dia kan. Kalau untuk data DPT paling enggak," ujar Budi saat rapat kerja bersama Komisi I DPR, Rabu, 29 November.

Menurut Budi, jika merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) maka lembaga yang berkaitan dalam hal ini KPU harus bertanggungjawab. Sedangkan pelaku pencurian atau pemanfaatan data tidak sah harus diproses secara hukum.

"Nah ini memang lagi aparat penegak hukum dan BSSN, KPU, kami ini sedang berkoordinasi pelakunya apa dan motifnya apa," jelas Budi.

Budi lantas menyebut bahwa motif kebocoran data KPU dilatarbelakangi motif ekonomi.

"Ini motifnya sih ekonomi, dalam pengertian jualan data. Kan data sekarang mahal harganya iya kan," kata Budi.

Sebagai informasi, viral di sosial media soal kebocoran data dari KPU. Salah satu akun di media sosial X membeberkan dalam cuitannya mengenai threat actor bernama Jimbo menjual data-data dari KPU. Data-data tersebut dijual dengan 2 BTC (bitcoin). Untuk harga 1 BTC setara dengan Rp571.559.477.

Data itu memuat terkait informasi dari 252 juta orang yang meliputi NIK, NKK, nomor KTP, TPS, e-KTP, jenis kelamin, dan tanggal lahir. Data-data itu juga termasuk dari konsulat jenderal Republik Indonesia, kedutaan besar Republik Indonesia, dan konsulat Republik Indonesia.

Sementara, Bareskrim juga menyatakan sedang menyilidikan dugaan kebocoran data tersebut.