Bagikan:

JAKARTA - Kebocoran data kembali terjadi. Kali ini data catatan medis pasien di sejumlah rumah sakit di Indonesia berupa dokumen dan 6 juta database di jual dalam Raidforums. 

 

Kebocoran data berukuran 720 GB ini menambah jumlah kasus kebocoran data yang terjadi di tahun 2021. Di mana ada 8 kasus besar dengan jutaan data bocor di media sosial. 

 

Menanggapi persoalan tersebut, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Sukamta menyatakan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tidak belajar dari kesalahan kebocoran data beberapa waktu lalu. 

 

Menurutnya, Kemenkominfo sebagai leading sektor digital bertanggung jawab mengatur manajemen perlindungan data lebih ketat berbagai kementrian/lembaga, salah satunya Kementrian Kesehatan.

"Kami di Komisi I DPR RI sudah berulangkali menyampaikan bahwa kebocoran-kebocoran data harus ditangani dengan baik oleh Kominfo. Apalagi data kemenkes yang berhubungan dengan COVID-19 beberapa waktu lalu pernah dibobol," ujar Sukamta, Jumat, 7 Januari. 

 

 

"Seharusnya pengawalan lebih ketat, namun faktanya sekarang data Kemenkes RI kembali bobol. Artinya Kominfo gagal menjaga data masyarakat dan tidak bisa memimpin K/L dalam melindungi data masyarakat," lanjutnya.  

Politikus PKS itu menegaskan bahwa permasalahan data sangat krusial. Menurut perhitungan lembaga riset Ponemon-IBM, kata Sukamta, besarnya kerugian kebocoran 279 juta penduduk Indonesia dari data BPJS mencapai lebih dari 600 triliun rupiah. 

 

"Ini baru satu kebocoran, tentu kebocoran data lainnya akan lebih besar," tegas dia. 

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu juga mengingatkan Kemenkominfo untuk benar-benar menjaga aplikasi PeduliLindungi yang diklaim menjadi super apps.

"Trend kebocoran data selama pandemi COVID-19 ini menyasar data-data kesehatan yang berharga. Maka kami ingatkan kembali, jaga dengan serius data-data di aplikasi peduli lindungi, jangan lengah dan jumawa," tegasnya lagi. 

Dari sisi lain, doktor lulusan Inggris ini menyoroti perihal kepercayaan publik. Menurutnya, dampak kebocoran data ini adalah turunnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah terkait keamanan data. 

 

"Data yang bocor membuat masyarakat banyak mendapatkan pesan-pesan tidak jelas dan mengganggu sehingga kepercayaan dan keyakinan terhadap keamanan data dirinya berkurang," kata Sukamta. 

Oleh karena itu, Sukamta mengingatkan Kemenkominfo untuk segera menyelesaikan masalah krusial dalam RUU Perlindungan Data Pribadi khususnya mengenai lembaga perlindungan data.

"RUU PDP ini macet karena Kominfo masih ngotot lembaga perlindungan data berada di bawah Menkominfo. Padahal saat ini saja Kominfo tidak punya kemampuan menangani permasalahan kebobolan data," katanya. 

 

"Kominfo harus berkaca, sadar kemampuan diri. Selain itu, banyak negara di dunia khususnya Eropa mengkhususkan sebuah lembaga perlindungan data yang independen bukan di bawah kementrian," tandas legislator Yogyakarta itu. 

Sebagai informasi, kasus kebocoran data di Indonesia selama 2021 diantaranya Facebook, BPJS Kesehatan, BRI Life, eHAC, sertifikat vaksin Jokowi, KPAI, Bank Jatim, Database Polri.

Dari beragam kasus tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menindak 43 kasus kebocoran data di Indonesia tahun 2021, dengan 19 kasus berhasil diselesaikan. Sisanya masih di proses.