Bagikan:

JAKARTA - Tether, penerbit stablecoin USDT, telah membekukan 225 juta token USDT senilai Rp 3,5 triliun (US$ 225 juta) yang diduga milik sindikat perdagangan manusia internasional di Asia Tenggara. Ini merupakan pembekuan USDT terbesar dalam sejarah, sebagai bagian dari upaya memerangi pelaku kejahatan yang memanfaatkan aset kripto.

USDT adalah stablecoin yang nilainya diikat dengan dolar AS. Saat ini, USDT memiliki kapitalisasi pasar global sebesar $87,7 miliar (Rp1.353 triliun), menjadikannya stablecoin terbesar di dunia.

Pembekuan USDT ini dilakukan berdasarkan hasil investigasi yang melibatkan Tether, bursa kripto OKX, Departemen Kehakiman AS, dan Dinas Rahasia AS. Mereka menggunakan alat dari Chainalysis, perusahaan analisis blockchain, untuk melacak lokasi dana ilegal di jaringan kripto.

Tether menegaskan bahwa dompet yang dibekukan bukan milik pelanggannya, melainkan dompet yang dibeli di pasar sekunder. Lebih lanjut, Tether berjanji untuk bekerja sama dengan penegak hukum dan pemilik dompet yang sah untuk mencairkan aset mereka jika terkena dampak pembekuan.

Selain membekukan USDT milik sindikat perdagangan manusia, Tether juga telah membekukan dana di 32 alamat kripto yang terkait dengan terorisme dan perang di Israel dan Ukraina. Sejak November tahun lalu, Tether telah membantu 31 lembaga di 19 yurisdiksi untuk membekukan aset senilai $835 juta (Rp12.888 triliun).

Tether juga mengikuti protokol Know Your Customer (KYC) dan Anti Pencucian Uang (AML) yang ketat. Tim kepatuhannya melakukan penyaringan menyeluruh kepada semua pemegang USDT untuk mencegah keterlibatan entitas yang terkena sanksi. Tether juga berkolaborasi dengan penegak hukum untuk menyelidiki transaksi yang mencurigakan di pasar sekunder.

CEO Tether, Paolo Ardoino, mengatakan bahwa penjahat yang menggunakan kripto untuk kegiatan ilegal tidak akan lolos dari pengawasan. "Kami mengharapkan kerja sama berkelanjutan dengan lembaga penegak hukum sebagai bagian dari komitmen kami terhadap keamanan global dan integritas keuangan," ujarnya.

Ardoino juga percaya bahwa bekerja sama dengan para pemain industri dapat membantu menciptakan lingkungan kripto yang lebih aman. "Melalui keterlibatan proaktif dengan lembaga penegak hukum global dan komitmen kami terhadap transparansi, Tether bertujuan untuk menetapkan standar baru untuk keamanan dalam ruang kripto," ujar Ardoino.

Jason Lau, Chief Innovation Officer OKX, juga menyampaikan dukungan terhadap upaya kolaboratif ini. Dia mengatakan bahwa bursa akan tetap proaktif dalam berkontribusi pada upaya investigasi semacam itu. "Berkolaborasi dengan pemangku kepentingan industri, termasuk lembaga penegak hukum, adalah prinsip utama dari pendekatan kami untuk membangun kepercayaan dan melayani kepentingan publik sebagai pemimpin dalam industri kripto," tutur Lau.