Bagikan:

JAKARTA - Tether, penerbit USDT yang merupakan stablecoin terbesar di pasar kripto, telah memblokir lebih dari 30 alamat dompet yang terlibat dalam transaksi miliaran USDT. Hal ini diungkapkan oleh Chainargos, perusahaan keamanan blockchain, yang menyebutkan bahwa 28 alamat diblokir pada 1 Desember, dalam operasi pembekuan terbesar yang pernah dilakukan oleh Tether.

Menurut Chainargos, sebagian besar alamat yang diblokir berasal dari Whitebit, sebuah bursa kripto Eropa yang berbasis di Ukraina. Alamat-alamat ini mentransfer 161 juta dolar AS (Rp2,5 triliun) dalam USDT, termasuk STUSDT, token yang diberikan kepada pengguna yang melakukan staking USDT.

Chainargos juga mengungkapkan bahwa pada bulan Agustus, mereka menemukan aktivitas mencurigakan di 10.000 dompet yang mentransfer STUSDT dalam jumlah kecil, antara 1 hingga  10 dolar AS. Mereka menyebut aktivitas ini sebagai "programmatic spamming."

Pada 2 Desember, enam alamat dompet lainnya juga diblokir oleh Tether, setelah terdeteksi mentransfer lebih dari 10 juta dolar AS (Rp155 juta) dan menyimpan aset senilai sekitar 1 juta dolar AS (Rp15,5 miliar). Chainargos menyatakan bahwa banyak dompet yang diblokir juga terkait dengan transaksi STUSDT.

Tether belum memberikan penjelasan resmi tentang alasan pemblokiran ini. Namun,  Tether telah bekerja sama dengan otoritas AS dalam beberapa kasus kriminal yang melibatkan USDT. Pada November, Tether membekukan 225 juta dolar AS (Rp3,5 triliun) yang terkait dengan sindikat perdagangan manusia di Asia Tenggara, atas permintaan Departemen Kehakiman AS (DOJ). Ini merupakan pembekuan USDT terbesar sepanjang masa.

Selain itu, pada November juga, Tether memblokir 9 juta dolar AS (Rp139,5 miliar) dalam aset yang dicuri melalui skema penipuan pemotongan babi, yang menimpa sekitar 70 korban. Kasus ini melibatkan kerjasama antara DOJ dan U.S. Secret Service (USSS), yang berhasil melacak aliran dana korban yang dicuci melalui berbagai blockchain.