Bagikan:

JAKARTA - China berencana untuk meningkatkan kekuatan komputasi negara tersebut lebih dari 50% hingga tahun 2025. Rencana ini dirilis oleh pihak berwenang negeri Tirai Bambu itu pada Senin, 9 Oktober.

Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya persaingan antara China dan Amerika Serikat di berbagai bidang teknologi tinggi. Mulai dari semikonduktor, superkomputer, hingga kecerdasan buatan (AI), termasuk kendali ekspor Amerika Serikat terhadap peralatan pembuatan chip ke China.

Rencana ini dirilis oleh enam departemen di Beijing, termasuk Kementerian Industri dan Teknologi Informasi (MIIT), yang menetapkan target untuk kekuatan komputasi total China mencapai 300 EFLOPS pada tahun 2025. EFLOPS setara dengan satu kuadriliun operasi titik mengambang per detik dan digunakan untuk mengukur kecepatan komputer.

Pada Agustus lalu, MIIT mengungkapkan bahwa kekuatan komputasi China mencapai 197 EFLOPS pada tahun ini, naik dari 180 EFLOPS pada tahun 2022. Kementerian ini menyebutkan bahwa China menempati peringkat kedua setelah Amerika Serikat, tetapi tidak memberikan detail tentang kekuatan komputasi Amerika Serikat yang diacu.

Karena pelatihan AI membutuhkan sejumlah besar perhitungan, upaya untuk meningkatkan pasokan kekuatan komputasi semakin menjadi fokus bagi Beijing.

Menurut sebuah kiriman blog Google bulan lalu, model AI generatif kelas atas di dunia "akan memerlukan puluhan EFLOPS kecerdasan buatan superkomputer untuk menjaga waktu pelatihan selama beberapa minggu atau kurang."

Menurut rencana tersebut, China berencana untuk membangun lebih banyak pusat data di seluruh negeri untuk memudahkan akses bisnis ke kekuatan komputasi.

Demikian pula, untuk memenuhi kebutuhan industri AI yang berkembang pesat, Beijing juga berencana untuk meningkatkan infrastruktur komputasi di wilayah barat China.

Provinsi-provinsi di China yang luas tetapi kurang berpenduduk, seperti Guizhou di barat daya, telah lama ditugaskan untuk mendirikan pusat data besar guna menyokong internet negara itu. Sebagai contoh, Apple telah mendirikan pusat data di Guizhou dengan mitra lokal untuk melayani pengguna di negara itu.

Fokus lainnya adalah untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi jaringan komputasi. Rencana tersebut menyatakan bahwa kecepatan transmisi antara fasilitas komputasi kritis tidak boleh memiliki latensi lebih dari 5 milidetik.