Bagikan:

JAKARTA - Pada Selasa, 19 September, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mengungkapkan adanya insiden peretasan. Ini adalah sebuah pelanggaran di salah satu lembaga internasional paling terkenal di dunia.

ICC mengatakan telah mendeteksi aktivitas yang tidak biasa pada jaringan komputernya pada akhir pekan lalu, yang memicu respons yang masih berlangsung.

Jurubicara ICC menolak berkomentar seberapa seriusnya peretasan tersebut, apakah sudah sepenuhnya terselesaikan, atau siapa mungkin di baliknya.

"Tindakan segera diambil untuk menanggapi insiden keamanan siber ini dan untuk mengurangi dampaknya," kata ICC dalam pernyataan singkat, dikutip Reuters.

ICC adalah pengadilan kejahatan perang permanen di Den Haag, yang didirikan pada tahun 2002 untuk mengadili kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Jaksa di pengadilan ini saat ini sedang melakukan 17 penyelidikan terkait situasi antara lain di Ukraina, Uganda, Venezuela, Afghanistan, dan Filipina.

Pada bulan Maret, pengadilan ini menjadi sorotan ketika mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin, atas dugaan deportasi ilegal anak-anak dari Ukraina. Kremlin menolak tuduhan tersebut dan yurisdiksi pengadilan.

Dokumen-dokumen yang sangat sensitif di ICC dapat mencakup segala hal mulai dari bukti hingga nama-nama saksi yang dilindungi, meskipun pengadilan tersebut tidak mengungkapkan bagian mana dari sistemnya yang diakses.

ICC mengatakan dalam pernyataannya bahwa mereka terus "menganalisis dan mengurangi dampak insiden ini" dengan bantuan pemerintah Belanda.

Mereka juga mengatakan sedang mengambil langkah-langkah untuk memperkuat keamanan siber mereka. "Prioritas juga diberikan untuk memastikan bahwa pekerjaan inti pengadilan tetap berlanjut," kata pernyataan tersebut.

Badan intelijen Belanda (AIVD) dalam laporan tahunan 2022-nya menyatakan bahwa ICC "menarik perhatian Rusia karena sedang menyelidiki kemungkinan kejahatan perang Rusia di Georgia dan Ukraina".

Pada Juni 2022, AIVD mengungkapkan telah menemukan seorang agen militer Rusia yang menyamar sebagai warga Brasil dalam upaya untuk menyusup ke pengadilan tersebut.