Bagikan:

JAKARTA - Pada Rabu, 23 Agustus sebuah perintah pengadilan Kenya menunjukkan bahwa perusahaan induk Facebook, yaitu Meta Platform Inc., dan para moderator konten yang menggugat perusahaan tersebut atas pemecatan yang tidak adil, diberi waktu 21 hari untuk menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan.

Para moderator konten sebanyak 184 orang menggugat Meta dan dua subkontraktor setelah mereka mengatakan bahwa mereka kehilangan pekerjaan dengan salah satu perusahaan, yaitu Sama, karena mengorganisir serikat pekerja.

Para penggugat mengatakan bahwa mereka kemudian masuk dalam daftar hitam dan tidak diperbolehkan melamar pekerjaan dengan peran yang sama di perusahaan kedua, yaitu Majorel yang berbasis di Luksemburg, setelah Facebook mengganti kontraktor.

"Para pihak akan mengejar penyelesaian di luar pengadilan atas petisi ini melalui mediasi," demikian perintah dari Pengadilan Hubungan Kerja dan Ketenagakerjaan, yang ditandatangani oleh pengacara-pengacara untuk para penggugat, Meta, Sama, dan Majorel.

Mantan Ketua Mahkamah Agung Kenya, Willy Mutunga, dan Hellen Apiyo, Komisioner Tenaga Kerja yang bertindak sebagai mediator, demikian disebutkan dalam perintah tersebut. Jika para pihak gagal menyelesaikan kasus dalam waktu 21 hari, maka kasus akan dilanjutkan di hadapan pengadilan.

"Kami senang memasuki fase mediasi karena kami percaya bahwa ini adalah dalam kepentingan terbaik semua pihak untuk mencapai penyelesaian yang damai," kata Sama dalam sebuah pernyataan.

Jurubicara Majorel mengatakan bahwa perusahaan tidak dapat berkomentar tentang masalah yang melibatkan litigasi yang sedang berlangsung. Sewmentara Meta tidak segera merespons permintaan komentar dari media.

Pada bulan April, seorang hakim memutuskan bahwa Meta dapat digugat oleh para moderator di Kenya, meskipun perusahaan tersebut tidak memiliki kehadiran resmi di negara Afrika Timur tersebut.

Kasus ini bisa berdampak pada bagaimana Meta bekerja dengan moderator konten secara global. Raksasa media sosial asal Amerika Serikat ini bekerja dengan ribuan moderator di seluruh dunia, yang meninjau konten grafis yang diposting di platformnya.

Selain itu, Meta juga telah digugat di Kenya oleh seorang mantan moderator atas tuduhan kondisi kerja yang buruk di Sama, serta oleh dua peneliti Ethiopia dan sebuah lembaga hak asasi, yang menuduh perusahaan ini membiarkan postingan berisi kekerasan dan kebencian dari Ethiopia berkembang di Facebook. Kasus-kasus tersebut masih berlanjut.

Pada bulan Mei 2022, sebagai tanggapan terhadap kasus pertama, Meta mengatakan bahwa mereka mengharuskan mitra mereka untuk menyediakan kondisi terbaik dalam industri. Mengenai kasus Ethiopia, mereka mengatakan pada bulan Desember bahwa ujaran kebencian dan hasutan kekerasan bertentangan dengan peraturan Facebook dan Instagra