Bagikan:

JAKARTA - Pada tahun 2022 silam, masyarakat Indonesia sempat diramaikan dengan fenomena non-fungible token (NFT), ketika anak muda bernama Ghozali berhasil meraup triliunan rupiah hasil dari foto selfie dirinya.

Setelah fenomena Ghozali sudah lewat, tren NFT di Indonesia cenderung menurun. Meski demikian, Nusa Finance selaku pelaku di industri Web3 mengatakan bahwa NFT masih memiliki potensi di masa mendatang.

Tren NFT Menurun

Menurut CEO Nusa Finance, Wildan Ramadhan tren NFT kini sudah mulai bergeser. Dari yang tadinya hanya untuk trading saja, tetapi sekarang juga menjadi utilitas.

"Ada pergeseran untuk industri NFT. NFT di 2021 itu adalah NFT untuk trading. Di 2023 ini sudah bergeser menjadi NFT dengan utilitas. Jadi seperti NFT untuk tiket, NFT untuk membership, dan lain-lain," jelas Wildan dalam acara Media Luncheon Nusa Finance di Jakarta pada Kamis, 6 Juli.

Tidak hanya itu, Wildan juga menyatakan bahwa ke depannya, NFT juga akan dapat memiliki benefit, bahkan menjadi identitas digital seseorang.

"Jadi nanti saya melihat NFT ini bukan cuma untuk trading lagi, tetapi juga mempunyai benefit yang digunakan untuk suatu case tertentu. Nah tentu, itu yang akan muncul ke depannya. Di samping juga NFT bisa digunakan sebagai Digital identity," tambahnya.

Persaingan NFT dan Artificial Intelligence (AI)

Meskipun melihat penurunan tren harga Web3, Co-founder Nusa Finance, William Sutanto menemukan bahwa antusiasme masyarakat terhadap industri Web3 dan blockchain masih sangat tinggi.

"Karena kalau kita lihat perkembangannya dari minggu ke minggu, banyak hal terjadi di Web3. Proyek-proyek baru terus bermunculan, inovasi-inovasi baru di blockchain dan Web3 itu terus bermunculan," kata William.

Tapi, hal itu tidak diimbangi dengan harga. Meskipun memiliki nilai investasi yang luar biasa, perusahaan juga pasti akan melihat dampak jangka pendeknya atau short term. 

"Karena, selain harga Web3, blockchain, dan kripto lagi tren, tapi juga kita sekarang saingannya dengan AI. Karena perusahaan besar yang punya investasi luar bisa, mereka juga melihat short term, karena sedang FOMO ke AI," tambahnya.

Tapi, meski memiliki perputaran tren yang naik turun, Wildan menyatakan sebenarnya banyak orang yang sedang membuat proyek dan inovasi baru di ekosistem Web3 setiap kali salah satu tren telah menurun.

"Memang cycle nya gitu sih, di mana ada masa-masa FOMO, kemudian turun, dan di sini lebih banyak memang kita fokusnya ke building future dan inovasi. Jadi kalau kita tarik beberapa tahun ke belakang, setelah munculnya," pungkas Wildan.