Bagikan:

JAKARTA - Beberapa bulan terakhir, platform kecerdasan buatan seperti ChatGPT, Bing AI, Perplexity, dan lainnya tengah menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat seluruh dunia. 

ChatGPT berhasil mencapai 100 juta pengguna dalam dua bulan saja. Pencapaian ini menunjukkan bahwa teknologi ini sangat diminati. Bahkan, sosial media seperti Instagram dan Facebook membutuhkan waktu beberapa tahun untuk mencapai 100 juta pengguna. 

Alasan lainnya adalah, platform kecerdasan buatan seperti ChatGPT ini menawarkan berbagai manfaat, seperti pemecahan masalah, meningkatkan pengalaman pengguna, dan mempermudah pengembangan konten. 

Manfaat ini sejalan dengan survei terbaru dari Statista yang menemukan bahwa 29% dari Generasi Z, 28% dari Generasi X, dan 27% dari kaum milenial telah mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan ke dalam rutinitas kerja sehari-hari mereka. 

Selain potensinya yang melimpah, platform kecerdasan buatan juga membawa risiko dan tantangan bagi perusahaan maupun individu.

"Platform kecerdasan buatan ibarat pedang bermata dua. Penggunaannya dapat meningkatkan produktivitas di tempat kerja, tetapi juga dapat menyebabkan kerugian jutaan dolar bagi bisnis jika terjadi kesalahan," kata Poornima DeBolle, Co-Founder & Chief Product Officer, Menlo Security.

Maka dari itu, sudah banyak negara yang mulai membuat regulasi terkait AI Generatif, untuk mengatur pengembangan dan pengguna teknologi AI agar lebih bijak dalam segi penggunaannya. 

Berbicara mengenai urgensi regulasi AI Generatif ini, Poornima secara pribadi mengatakan bahwa regulasi itu sangatlah penting. 

"Ada penelitian mengatakan 30% obat di masa depan diciptakan menggunakan teknologi AI. Regulasi terkait AI Generatif sangat penting," ujarnya kepada media dalam sesi interview Menlo Security pada Selasa, 4 Juli di Jakarta.

Menurutnya, kunci dari adanya regulasi ini adalah untuk menghadirkan transparansi pengembangan dan penggunaan AI di suatu wilayah. 

"Kuncinya adalah transparansi.  Regulasi itu ada untuk memberitahu "begini cara menggunakannya". Dengan demikian, kita jadi tahu apa yang kita butuhkan," tambahnya. 

Meski demikian, ia menekankan bahwa menilai tinggi urgensi regulasi AI Generatif sangat sulit karena setiap negara pasti berbeda. Yang pasti, Poornima menegaskan bahwa meninggalkan AI begitu saja bukan keputusan yang bagus.