Inggris Mendorong Regulasi dan Pengawasan yang Ketat bagi Pengembang AI seperti Teknologi Nuklir dan Farmasi
Lucy Powell, anggota parlemen Inggris dari Partai Buruh (foto: twitter @LucyMPowell)

Bagikan:

JAKARTA - Perwakilan dari Partai Buruh, partai oposisi terbesar di Britania Raya, menyatakan bahwa para pengembang yang bekerja pada kecerdasan buatan (AI) seharusnya diizinkan dan diatur dengan cara yang serupa seperti industri farmasi, medis, dan nuklir.

Lucy Powell, anggota parlemen Partai Buruh, mengatakan kepada The Guardian pada 5 Juni bahwa perusahaan seperti OpenAI dan Google yang telah menciptakan model AI seharusnya "harus memiliki lisensi untuk membangun model-model ini." 

"Poin penting yang menjadi kekhawatiran saya adalah kurangnya regulasi terhadap model-model bahasa besar yang kemudian dapat diterapkan pada berbagai alat AI, baik dalam hal bagaimana mereka dibangun, dikelola, atau dikendalikan," ungkap Powell, dikutip Cointelegraph.

Powell, yang merupakan juru bicara Partai Buruh dan menjabat sebagai sekretaris bayangan untuk digital, budaya, media, dan olahraga, berpendapat bahwa mengatur perkembangan teknologi tertentu adalah pilihan yang lebih baik daripada melarangnya, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap alat pengenalan wajah.

Ia menambahkan bahwa AI "dapat memiliki banyak konsekuensi yang tidak diinginkan," tetapi jika para pengembang terpaksa untuk menjadi transparan tentang model dan dataset pelatihan AI mereka, beberapa risiko dapat dikurangi oleh pemerintah.

"Teknologi ini berkembang begitu cepat sehingga membutuhkan pendekatan pemerintah yang aktif dan intervensionis, bukan pendekatan yang pasif," ujarnya.

Powell juga percaya bahwa teknologi canggih seperti AI dapat memiliki dampak yang besar terhadap ekonomi Inggris, dan Partai Buruh dikabarkan sedang menyusun kebijakan sendiri mengenai AI dan teknologi terkait.

Minggu depan, pemimpin Partai Buruh, Keir Starmer, berencana untuk mengadakan pertemuan dengan kabinet bayangan partai di kantor Google di Inggris agar dapat berbicara dengan para eksekutif yang berfokus pada AI.

Sementara itu, Matt Clifford, ketua Advanced Research and Invention Agency (ARIA) - lembaga penelitian pemerintah yang didirikan pada Februari tahun lalu - muncul di TalkTV pada tanggal 5 Juni untuk memperingatkan bahwa AI dapat mengancam manusia dalam waktu dua tahun.

"Jika kita tidak mulai memikirkannya sekarang bagaimana cara mengatur dan memikirkan tentang keamanan, maka dalam waktu dua tahun kita akan menemukan bahwa kita memiliki sistem yang sangat kuat," katanya. Clifford menjelaskan bahwa dua tahun adalah perkiraan terbaik dari skenario yang optimistis.

Clifford menekankan bahwa alat AI saat ini dapat digunakan untuk membantu "melakukan serangan siber dalam skala besar." OpenAI telah menyediakan dana sebesar 1 juta dolar AS (Rp14,8 miliar) untuk mendukung teknologi keamanan siber yang dibantu AI guna mencegah penggunaan semacam itu.

"Saya pikir ada banyak skenario yang perlu dikhawatirkan," katanya. "Saya yakin bahwa ini seharusnya menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda para pembuat kebijakan."

Dalam upaya mengatasi kekhawatiran ini, Powell dan Partai Buruh berpendapat bahwa regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap pengembangan teknologi AI perlu diterapkan. Mereka meminta agar perusahaan seperti OpenAI dan Google harus memperoleh lisensi sebelum membangun model-model AI. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pembangunan, pengelolaan, dan pengendalian model-model tersebut tunduk pada standar yang jelas dan memperhitungkan konsekuensi potensial.

Meskipun regulasi AI dianggap sebagai langkah penting, Powell juga menyadari bahwa teknologi AI memiliki potensi yang besar dalam menggerakkan ekonomi Inggris. Oleh karena itu, Partai Buruh sedang menyusun kebijakan sendiri terkait AI dan teknologi terkait untuk memastikan bahwa negara ini dapat memanfaatkan potensi teknologi tersebut secara optimal.