Bagikan:

JAKARTA - Sebuah penipuan baru muncul di wilayah utara China. Penipuan  ini menggunakan teknologi "deepfake" yang canggih. Para penipu berusaha meyakinkan seorang pria agar mentransfer uang ke seorang teman yang sebenarnya tidak ada. Hal ini, telah memicu kekhawatiran tentang potensi teknik kecerdasan buatan (AI) dalam membantu kejahatan keuangan.

China telah meningkatkan pengawasan terhadap teknologi dan aplikasi semacam itu sebagai respons terhadap peningkatan penipuan yang didorong oleh AI, terutama melibatkan manipulasi data suara dan wajah. Negeri tirai bambu ini telah mengadopsi aturan baru pada Januari lalu untuk melindungi korban secara hukum.

Polisi di kota Baotou, di wilayah Mongolia Dalam, mengatakan pelaku menggunakan teknologi penggantian wajah yang ditenagai AI untuk menyamar sebagai teman korban selama panggilan video dan menerima transfer sebesar 4,3 juta yuan (Rp9,1 miliar).

"Dia mentransfer uang tersebut dengan keyakinan bahwa temannya perlu melakukan deposito selama proses penawaran," kata polisi dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, 20 Mei.

Pria tersebut baru menyadari bahwa dia telah ditipu setelah temannya mengaku tidak tahu apa-apa tentang situasi tersebut, tambah polisi, yang mengatakan mereka telah mengembalikan sebagian besar dana yang dicuri dan sedang bekerja untuk melacak sisanya.

Kasus ini memicu diskusi di situs mikroblogging Weibo mengenai ancaman terhadap privasi dan keamanan online, dengan tagar "#Penipuan AI meluas di seluruh negeri" yang mendapatkan lebih dari 120 juta tampilan pada hari Senin.

"Ini menunjukkan bahwa foto, suara, dan video semua dapat dimanfaatkan oleh penipu," tulis seorang pengguna. "Apakah aturan keamanan informasi dapat mengikuti teknik orang-orang ini?"