JAKARTA - Pengadilan banding Brazil menepis larangan aplikasi pesan terenkripsi Telegram pada Sabtu, 29 April, yang sebelumnya dijatuhkan pekan ini karena tidak patuh dalam berbagi informasi tentang kelompok ekstremis dan neo-Nazi yang menggunakan platform tersebut.
Flávio Lucas, seorang hakim dari Pengadilan Regional Federal Wilayah Kedua Brasil, menyatakan dalam keputusannya bahwa penangguhan penuh layanan Telegram "tidak wajar" karena dampaknya terhadap kebebasan komunikasi ribuan orang yang tidak terkait dengan penyelidikan yang sedang berlangsung.
Namun, hakim mempertahankan penerapan denda harian sebesar satu juta reais (Rp3 miliar) pada perusahaan karena gagal memberikan data yang diminta.
BACA JUGA:
Polisi federal meminta perintah penghentian setelah Telegram gagal mematuhi keputusan pengadilan sebelumnya untuk menyerahkan data tentang dua kelompok neo-Nazi di aplikasi yang dituduh mendorong kekerasan di sekolah.
Telegram mempromosikan diri sebagai aplikasi pesan yang berfokus pada kecepatan dan privasi serta mengklaim obrolan rahasia khususnya menggunakan enkripsi ujung ke ujung yang tidak disimpan di servernya.
Telegram belum memberikan komentar mengenai hal ini, saat diminta Reuters.