JAKARTA - ChatGPT besutan OpenAI belum lama ini lulus ujian hukum setelah menulis esai tentang berbagai topik mulai dari hukum konstitusional hingga perpajakan dan kerugian.
Chatbot itu mampu menyelesaikan empat mata kuliah di University of Minnesota dan ujian lain di Wharton School of Business University of Pennsylvania.
Untuk menguji seberapa baik ChatGPT dapat menghasilkan jawaban pada ujian untuk empat mata kuliah, profesor Jonathan Choi di University of Minnesota Law School belum lama ini mengajukan setumpuk soal pada bot itu.
Bot berhasil menyelesaikan 95 pertanyaan pilihan ganda dan 12 pertanyaan esai, bot tersebut mendapat skor C+ secara keseluruhan dengan mencapai nilai rendah di kelasnya.
“Dalam menulis esai, ChatGPT menunjukkan pemahaman yang kuat tentang aturan hukum dasar dan memiliki organisasi dan komposisi yang solid secara konsisten,” ujar para profesor dalam buku putih berjudul ChatGPT go to law school, yang diterbitkan awal pekan ini.
🚨🚨 new white paper! We used ChatGPT to write exams and graded them blind alongside real law students at Minnesota. ChatGPT got a C+ average and a low but passing grade in Con Law, Employee Benefits, Tax, Torts. 1/5 https://t.co/sN8uW4qtnR
— Jon Choi (@JonathanHChoi) January 24, 2023
"(Namun, bot) sering kesulitan menemukan masalah saat diberi prompt terbuka; keterampilan inti dalam ujian sekolah hukum," imbuhnya
Tujuan dari tes ini adalah, dikatakan Choi, untuk mengeksplorasi potensi ChatGPT guna membantu pengacara dalam praktik mereka dan membantu siswa dalam ujian, baik diizinkan atau tidak oleh profesor mereka, karena pertanyaannya sering kali meniru tulisan yang dilakukan pengacara dalam kehidupan nyata.
“ChatGPT berjuang dengan komponen ujian sekolah hukum yang paling klasik, seperti menemukan potensi masalah hukum dan analisis mendalam yang menerapkan aturan hukum pada fakta suatu kasus. Tetapi ChatGPT dapat sangat membantu dalam menghasilkan draf pertama yang kemudian dapat disempurnakan oleh siswa," jelas Choi kepada CNN Internasional dikutip Jumat, 27 Januari.
BACA JUGA:
Dia berpendapat kolaborasi manusia-AI adalah kasus penggunaan yang paling menjanjikan untuk ChatGPT dan teknologi serupa. Choi menyarankan agar teknologi itu bisa menjadi alat bantu pengajaran yang berharga.
“Secara keseluruhan, ChatGPT bukanlah mahasiswa hukum hebat yang bertindak sendirian. Tapi kami berharap berkolaborasi dengan manusia, model bahasa seperti ChatGPT akan sangat berguna bagi mahasiswa hukum yang mengikuti ujian dan untuk praktik pengacara," kata Choi.
Sementara, ChatGPT bernasib lebih baik selama ujian kursus manajemen bisnis di Wharton School of Business University of Pennsylvania, di mana ia memperoleh nilai B hingga B-.
Dalam sebuah makalah yang merinci kinerjanya, Christian Terwiesch, seorang profesor bisnis Wharton, mengatakan ChatGPT melakukan pekerjaan luar biasa dalam menjawab pertanyaan manajemen operasi dasar dan analisis proses, tetapi kesulitan dengan petunjuk yang lebih canggih dan membuat kesalahan mengejutkan dengan matematika dasar.
Meski demikian, chatbot sangat bagus dalam memodifikasi jawabannya sebagai respons terhadap petunjuk manusia, seperti pengerjaan ulang jawaban setelah menunjukkan kesalahan, menyarankan potensi orang untuk bekerja sama dengan AI.
Sayangnya, belum lama ini pejabat di New York dan yurisdiksi lainnya telah melarang penggunaan ChatGPT di sekolah. Mengingat ChatGPT tampil di atas rata-rata pada ujiannya, Terwiesch setuju pembatasan harus diberlakukan untuk siswa saat mereka mengikuti ujian.
"Larangan diperlukan. Lagipula, ketika Anda memberikan gelar dokter, Anda ingin mereka tahu obat, bukan cara menggunakan bot. Hal yang sama berlaku untuk sertifikasi keterampilan lainnya, termasuk hukum dan bisnis," tutur Terwiesch.
Sebagai informasi, ChatGPT diluncurkan ke publik pada akhir November 2022, tetapi telah menimbulkan sensasi dengan hasil yang kredibel dalam penulisan bahasa alami yang dibuat sendiri, meskipun OpenAI telah menjelaskan perangkat lunak tersebut masih dalam proses.