Router Wi-Fi Murah Ternyata Bisa Digunakan untuk Deteksi Postur Tubuh Manusia
Para peneliti menggunakan model Kecerdasan Buatan (AI) yang disebut DensePose untuk memperkirakan posisi tubuh dari foto 2D. (foto: dok. Universitas Carnegie Mellon)

Bagikan:

JAKARTA - Hanya dengan menggunakan router WiFi, para peneliti di Universitas Carnegie Mellon, Amerika Serikat (AS) mengembangkan metode untuk mendeteksi bentuk tiga dimensi dan pergerakan tubuh manusia di dalam ruangan.

Para peneliti menggunakan model Kecerdasan Buatan (AI) yang disebut DensePose untuk memperkirakan posisi tubuh dari foto 2D. DensePose dikembangkan oleh peneliti yang berbasis di London dan peneliti AI Facebook.

Berbekal sepasang router tingkat awal yang harganya masing-masing sekitar 30 dolar AS setara Rp448 ribuan. Router tersebut dipasang di ujung ruangan yang berlawanan, dan komputer mengukur transmisi sinyal 2,4GHz antara titik akses.

Kemudian, mereka menerapkan model ke peta fitur yang dibuat dari sinyal Wi-Fi yang direkam. Setelah pelatihan, AI dapat mengubah data tersebut menjadi representasi jala 3D. Saat ditumpangkan di atas foto, perkiraan posisi tubuh bisa sangat akurat.

Menurut penelitian yang belum lama ini diterbitkan pada server arXiv pra-cetak dengan judul DensePose From WiFi, menggunakan antena Wi-Fi bisa jauh lebih murah dibandingkan dengan kamera RGB biasa atau LiDAR jika melacak orang di suatu tempat.

"Hasil studi mengungkapkan bahwa model kami dapat memperkirakan pose padat dari beberapa subjek, dengan kinerja yang sebanding dengan pendekatan berbasis gambar, dengan memanfaatkan sinyal Wi-Fi sebagai satu-satunya masukan," ungkap peneliti Jiaqi Geng, Dong Huang, dan Fernando De la Torre dalam makalah mereka.

"Ini membuka jalan bagi biaya rendah, dapat diakses secara luas, dan algoritma penjaga privasi untuk penginderaan manusia," imbuhnya.

Lebih lanjut, para peneliti juga berpendapat pendekatan Wi-Fi mereka untuk mencitrakan manusia dapat diterapkan pada perawatan kesehatan di rumah, di mana pasien seperti usia lanjut atau penyandang disabilitas mungkin tidak ingin dipantau dengan kamera di tempat-tempat seperti kamar mandi atau dengan sensor dan alat pelacak lainnya.

Terpenting, sistem pemantauan Wi-Fi tidak terpengaruh oleh cahaya redup atau penghalang, seperti dinding. Selain itu, ini hanya membutuhkan teknologi yang sangat murah, menggunakan peralatan yang sudah dimiliki kebanyakan orang di rumah.

"Faktanya, sebagian besar rumah tangga di negara maju sudah memiliki Wi-Fi di rumah, dan teknologi ini dapat ditingkatkan untuk memantau kesejahteraan orang lanjut usia atau sekadar mengidentifikasi perilaku mencurigakan di rumah," ujar para peneliti.

Selain itu, peneliti juga menunjukkan teknologi ini sebenarnya bisa menjadi keuntungan bagi privasi. Kamera bisa menangkap gambar yang dapat diidentifikasi, tetapi sinyal Wi-Fi hanya menghasilkan jaring berbentuk manusia.

Hal ini dapat mengarah pada cara yang lebih sadar privasi untuk memantau ruangan ketika ada seseorang yang masuk tanpa izin, di mana mereka tidak akan tahu siapa yang ada di sana, tetapi dapat mengetahui di mana mereka berada dan apa yang mereka lakukan.