JAKARTA - Ilmuwan di Prancis menciptakan cara untuk mengalihkan sambaran petir menggunakan sinar laser super kuat. Ini adalah pencapaian mereka untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun melakukan eksperimen untuk mengendalikan cuaca dengan laser.
Sejauh ini, satu-satunya penangkal petir sederhana pertama kali dikandung oleh polimatik Amerika Benjamin Franklin pada 1749.
Sambaran petir antara 40-120 kali per detik di seluruh dunia, menewaskan lebih dari 4.000 orang dan menyebabkan kerusakan senilai miliaran dolar setiap tahun.
Sebuah tim ilmuwan yang dipimpin oleh fisikawan Aurélien Houard dari École Polytechnique di Palaiseau, Prancis, menghabiskan waktu bereksperimen dengan susunan laser di dekat menara telekomunikasi setinggi 124m di puncak gunung Säntis Swiss.
Menara tersebut menerima lebih dari seratus sambaran petir setiap tahunnya, menjadikannya penarik utama untuk percobaan. Antara Juli dan September tahun lalu, laser ditembakkan ke sejumlah medan badai selama total enam jam.
Menurut pengukuran para ilmuwan, pulsa laser memengaruhi empat pelepasan ke atas, meskipun hanya satu yang terjadi dalam kondisi yang cukup jelas untuk difoto menggunakan kamera berkecepatan tinggi.
Meski begitu, jalur petir dalam percobaan itu tampaknya telah dialihkan sekitar 50m ke arah sinar laser. Sistem ini bekerja berkat kemampuan laser membentuk jalur yang lebih nyaman bagi penerangan untuk melakukan perjalanan menuju Bumi.
Indeks bias udara di sekitarnya berubah saat pulsa menyala lebih dari 1.000 kali per detik ke dalam awan badai. Menurut ilmuwan, menembakkan pulsa laser mengionisasi molekul udara untuk menghasilkan saluran plasma yang sangat konduktif agar pelepasan listrik mengalir bersama.
BACA JUGA:
"Batang logam (Franklin) digunakan hampir di mana-mana untuk melindungi dari petir, tetapi area yang dapat mereka lindungi terbatas pada beberapa meter atau puluhan meter," ujar Houard dalam komentar yang dilaporkan oleh Guardian.
“Harapannya adalah untuk memperluas perlindungan itu hingga beberapa ratus meter jika kita memiliki cukup energi dalam laser," imbuhnya.
Lebih lanjut, saluran udara terionisasi dengan kepadatan rendah kemudian dibuat dari molekul udara yang cepat memanas dan menyebar dengan kecepatan supersonik.
Meskipun filamen hanya bertahan beberapa milidetik, konduktivitasnya dibandingkan dengan udara di sekitarnya membuat jalur yang jauh lebih mudah untuk busur petir.
Indikasi awal juga menunjuk ke jangkauan pengalihan penangkal petir laser yang jauh lebih luas daripada batang logam tradisional, yang seolah-olah menutupi area sekitar dua kali lebih lebar dari tinggi batang.
Penelitian yang diterbitkan Senin lalu di di jurnal Nature Photonics ini sepertinya cocok untuk digunakan pada bandara dan pangkalan militer.
"Pekerjaan ini membuka jalan bagi aplikasi laser ultrashort atmosfer baru dan merupakan langkah maju yang penting dalam pengembangan proteksi petir berbasis laser untuk bandara, landasan peluncuran, atau infrastruktur besar," tutur Houard.
Namun melansir Popsci, Rabu, 18 Januari, ada beberapa kelemahan langsung dari sistem baru ini. Pertama, pulsa laser sangat terang, dan dapat dengan mudah menimbulkan masalah bagi pesawat yang lewat, karena menutup wilayah udara di sekitar eksperimen selama waktu kerjanya. Sehingga arah laser harus direncanakan dengan hati-hati.
Kemudian, label harga sistem sekitar 2 juta dolar AS setara Rp30,1 miliar selama pengembangan lima tahun percobaan. Semua itu membuatnya sangat tidak mungkin untuk melihat penangkal petir laser di atas rumah pinggiran kota.